Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 19 Desember 2024 | 19:26 WIB
Revisi UU Jadi Prioritas, TII Ajukan 6 Rekomendasi Kebijakan untuk Penguatan Pengawasan Partisipatif Pemilu
Ilustrasi Pemilu (pixabay.com/ Mohammed_hassan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII), Arfianto Purbolaksono, memaparkan enam rekomendasi kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat pengawasan partisipatif dalam pelaksanaan Pemilu di masa mendatang.

Rekomendasi ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan dan memperkuat peran masyarakat dalam menjaga integritas demokrasi. Lantas, apa saja rekomendasi kebijakan tersebut?

1. Revisi UU Pemilu untuk Perkuat Pengawasan Partisipatif

Arfianto menekankan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya terkait penguatan pengawasan partisipatif dan penyederhanaan proses pelaporan pelanggaran pemilu.

Baca Juga: The Indonesian Institute Soroti Kesadaran Publik dan Sumber Daya dalam Pengawasan Pemilu 2024

“Bawaslu perlu menyederhanakan aturan pelaporan agar lebih mudah diakses oleh masyarakat,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Memperkuat Pengawasan Partisipatif Pasca Tahun Politik 2024" yang dipantau Suara.com via zoom meeting, Kamis (19/12/2024).


2. Keseragaman Pemahaman Melalui Pelatihan dan Teknologi

Menurutnya, pelatihan berjenjang bagi komisioner Bawaslu di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota menjadi langkah strategis. Pendekatan teknologi dan perluasan platform digital interaktif juga dapat mempercepat komunikasi antara Bawaslu pusat, daerah, dan masyarakat.

3. Penguatan SDM dan Sumber Daya Finansial

Rekomendasi lainnya adalah peningkatan anggaran untuk pengawasan partisipatif, terutama di wilayah dengan keterbatasan. Program hibah dan bantuan untuk organisasi masyarakat sipil diharapkan mendukung pelatihan teknis, investigasi, dan pemantauan digital.

Baca Juga: Trump Gugat Media Atas Survei yang Unggulkan Kamala Harris di Iowa

“Pengembangan kapasitas SDM ini harus mencakup pelatihan bagi relawan pemantau dari organisasi masyarakat sipil,” tambah Arfianto.

4. Mendorong Sikap Proaktif Masyarakat

Arfianto mengusulkan program penghargaan non-finansial bagi masyarakat yang aktif mengawasi Pemilu. Selain itu, kampanye edukasi pemilu nasional diharapkan meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya pengawasan partisipatif.

“Kolaborasi antara Bawaslu, KPU, dan organisasi masyarakat sipil perlu diperkuat melalui pembentukan kelompok pengawas mandiri berbasis komunitas,” ujarnya.

5. Birokrasi Penyelenggara Pemilu yang Responsif

Ia juga menyoroti pentingnya audit terbuka terhadap struktur birokrasi pengawasan pemilu dan evaluasi berkala untuk memastikan laporan masyarakat diproses dengan cepat dan efektif.

“Koordinasi yang solid antara Bawaslu pusat, daerah, dan organisasi masyarakat sipil harus terus ditingkatkan,” tegasnya.

6. Kolaborasi dengan CSO dan CBO

Rekomendasi terakhir adalah mendorong Bawaslu untuk mempererat kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil (CSO) dan kelompok berbasis komunitas (CBO). Kemitraan ini dapat mencakup pelatihan, sosialisasi, dan pengawasan bersama.

“Kolaborasi semacam ini penting untuk memperkuat pengawasan partisipatif di seluruh tingkatan,” tutup Arfianto.

Acara diskusi yang digelar secara daring ini menggarisbawahi pentingnya peran aktif masyarakat dan institusi dalam mewujudkan Pemilu yang bersih dan demokratis. (Moh Reynaldi Risahondua)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI