Suara.com - Bendahara Tim Pemenangan Pramono Anung-Rano Karno, Charles Honoris, menanggapi soal pernyataan Tim pemenangan Paslon Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) yang menginginkan pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah tempat.
Pihak RIDO menginginkan PSU lantaran meragukan legitimasi dalam Pilkada Jakarta usai banyak warga Jakarta banyak tidak mendapat C6, atau surat undangan.
“Kalau dikatakan bahwa kalau C6 itu tidak dibagikan, tidak dibagi dengan baik, maka menghilangkan hak yang bersangkutan untuk memilih ini sesuatu yang mengada-ngada,” kata Charles, di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/12/2024).
Charles mengatakan belum tentu warga yang tidak mendapatkan formulir C6 bakal menggunakan hak pilihnya untuk mencoblos Paslon RIDO.
Baca Juga: Warga Jakarta Tak Dapat Undangan Coblos, Tim RIDO Soroti Kinerja KPU
“Kalau dikatakan mereka dirugikan, kami juga bisa mengatakan kami dirugikan, karena bisa saja yang tidak mendapatkan C6 itu pemilih dari 03,” ujarnya.
Lebih baik kata Charles, pihak-pihak tim pemenangan RIDO berhenti memprotes hal yang tidak masuk akal.
“Sekali lagi, cukuplah membuat alasan yang mengada-ngada. Saat ini warga Jakarta butuh pemerintahan baru yang segera harus bisa bekerja untuk bisa menyelesaikan permasalahan warga Jakarta,” pungkasnya.
Protes Kubu Rido
Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) sebelumnya mengungkap banyaknya warga Jakarta yang tidak menerima undangan mencoblos atau formulir C6 pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024. Hal ini dinilai sebagai salah satu bukti gagalnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan Pilkada.
Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco, menyatakan temuan ini didapatkan melalui pengecekan langsung oleh tim internal. Ia menjelaskan, pembagian formulir C6 yang seharusnya dilakukan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) melalui Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terkendala lemahnya koordinasi di lapangan, terutama antara KPPS dan perangkat RT/RW.
"Ditambah lagi, TPS yang biasanya berisi 300 orang kini diisi 600 orang. Akibatnya, KPPS kewalahan menyebarkan atau menyampaikan formulir C6 tersebut," ujar Baco di DPD Golkar Cikini, Senin (2/12/2024).
Akibat dari buruknya distribusi ini, banyak warga gagal menggunakan hak pilih mereka. Basri menilai hal ini menunjukkan penyelenggara Pilkada, khususnya PPS dan KPPS, tidak menjalankan tugas secara profesional.
"Karena tidak becusnya penyelenggara Pilkada, hak rakyat untuk memilih calon gubernurnya dihilangkan oleh penyelenggara ini," tegasnya.
Basri juga mengungkap temuan lain, yakni banyaknya formulir C6 yang justru dikirimkan kepada warga yang telah meninggal dunia.
"Kami temukan beberapa bukti aduan dari masyarakat bahwa bapaknya, omnya, neneknya, bahkan kakeknya yang sudah meninggal satu, dua, hingga tiga tahun lalu masih mendapatkan surat undangan," tambahnya.