Suara.com - Sekretaris Tim Pemenangan Ridwan Kamil-Suswono, Basri Baco menyoroti soal tingginya angka golongan putih (golput) di Pilkada Jakarta 2024 yang mencapai 42,07 persen dan suara tidak sah 4,6 persen. Hal ini disebutnya menjadi bukti hasil Pilkada Jakarta tak memiliki legitimasi yang kuat.
Sebab menurutnya, banyak warga Jakarta yang tak memilih pasangan calon (paslon) pemenang Pilkada nanti. Berdasarkan data ini, artinya pemenang Pilkada hanya dipilih oleh seperempat dari jumlah warga Jakarta.
"Kita merasa sedih karena hasil pilkada tidak memiliki legitimasi yang kuat. Jika partisipasi masyarakat sangat rendah, ditambah lagi surat suara sah yang begitu tinggi," ujar Baco di Kantor DPD Golkar DKI, Senin (2/11/2024).
"Sehingga bisa dikatakan siapapun pemenang Pilkada ini legitimasinya kurang atau tidak kuat legitimasinya karena hanya mungkin dipilih oleh seperempat warga Jakarta," lanjutnya.
Data Pemilih Tetap (DPT) Pilkada DKI ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI sebesar 8,2 juta jiwa. Sedangkan, hanya sekitar setengah dari jumlah itu yang menggunakan hak pilihnya.
"Pemenangnya kalau harus 50 persen plus satu berarti seperempatnya. Jadi legitimasi calon gubernur atau gubernur terpilih hanya kurang lebih seperempat dari DPT yang memilih," ujar dia.
Baco menilai rendahnya pengguna hak pilih dalam Pilkada DKI Jakarta ini karena banyaknya warga Jakarta yang tidak mendapatkan formulir C6 alias surat undangan mencoblos. Ia pun menyalahkan KPU atas hal ini.
Sebab, KPU mengubah format pembagian formulir C6 dari Ketua RT dan RW ke Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
"KPPS kepengetahuannya terhadap warga sangat lemah dibandingkan dengan RT dan RW, ditambah lagi TPS yang biasanya isinya 300 orang sekarang isinya 600 orang, sehingga KPPS yang tidak terlalu paham mengenai orang-orang yang nyoblos di TPS tersebut," pungkasnya.
Baca Juga: Kelelahan Politik dan Calon Milik Elite, Biang Keladi Rendahnya Partisipasi Pilkada Jakarta