Suara.com - Spanduk bertuliskan "Tangkap dan Penjarakan Pelaku Perusakan Benteng Putri Hijau' muncul di Medan. Spanduk itu mejeng di Jalan Sutrisno, Kecamatan Medan Area.
Dilihat pada Senin (18/11/2024), tampak spanduk berwarna putih dengan tulisan berwarna merah. Di bagian bawah spanduk terdapat hastag #BundaNL.
Spanduk itu terpasang di depan baliho pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut Edy Rahyamadi-Hasan Basri Sagala.
Terlihat juga ada baliho paslon Bobby Nasution-Surya. Hingga saat ini belum diketahui siapa yang memasang spanduk tersebut.
Sebelumnya, situs Benteng Putri Hijau yang muncul saat debat ketiga Pilgub Sumut 2024 memancing perhatian publik. Calon Wakil Gubernur Sumut Surya meminta klarifikasi kepada pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala yang saat ini terungkap banyak persoalan termasuk dugaan korupsi.
Surya menjelaskan jika situs Benteng Putri Hijau erat kaitannya dengan Kerajaan Aru. Saat ini disebut sudah rusak dan dirampas oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
"Ada situs Cagar Budaya kita yang dirusak dan membawa-bawa nama Pak Edy," kata Surya kala itu.
Diketahui, Kejati Sumut telah menahan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi penataan Situs Benteng Putri Hijau di Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Kerugian negara dalam kasus ini disebut mencapai Rp 817 juta.
Pengerjaan itu berada di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Sumut tahun anggaran 2022. Nilai anggaran penataan belanja bahan-bahan bangunan dan konstruksi penataan Situs Benteng Putri Hijau mencapai Rp 3,9 miliar.
Potret Amburadulnya Kinerja Edy Rahmayadi
Menurut Juru Bicara Tim Pemenangan Bobby-Surya, M Syarif Lubis, dugaan korupsi penataan situs Benteng Putri Hijau, potret amburadulnya kinerja Edy Rahmayadi selama menjabat.
"Situs Benteng Putri Hijau hijau ini adalah cagar budaya yang seharusnya dijaga, karena didalamnya ada nilai-nilai sejarah yang harus diketahui oleh lintasan generasi. Kondisi situs ini menjadi potret amburadulnya kinerja Pak Edy saat menjabat Gubernur Sumut," kata Syarif, Kamis (14/11/2024).
Syarif mengatakan bahwa dengan ditetapkannya tiga tersangka saat ini atas korupsi penataan situs Benteng Putri Hijau sangat membuat masyarakat Sumut kecewa.
Hal ini menandakan kalau Edy Rahmayadi selama memimpin Sumatera Utara sama sekali tidak memiliki kepedulian untuk menjaga nilai sejarah panjang perjalanan Sumut.
"Hari ini sudah ada tiga tersangka yang ditetapkan oleh Kejati Sumut. Pengerjaan itu berada di Dinas Kebudayaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif Sumut tahun anggaran 2022. Saat itu Gubernurnya Pak Edy Rahmayadi. Inikan artinya ketidakpedulian beliau untuk menjaga nilai sejarah panjang perjalanan Sumatera Utara," ucapnya.
Penasehat Hukum Edy Rahmayadi Bantah
Junirwan Kurnia selaku penasehat hukum Edy Rahmayadi meminta Tim Bobby Nasution-Surya agar tidak asal bicara terkait situs Benteng Putri Hijau.
Menurutnya, Pemprov Sumut di bawah kepemimpinan Edy justru memberi perhatian lebih terhadap situs Benteng Putri Hijau, karena ada permintaan dari masyarakat agar direvitalisasi, diperbaiki, supaya tidak musnah.
"Tentu saja Pemprov Sumut pada waktu itu mengajukan anggaran ke DPR, nah setelah disetujui oleh DPR ini menjadi urusan pengguna anggaran," kata Junirwan di Rumah Pemenangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala di Jalan Sudirman Medan, Sabtu (16/11/2024).
Dirinya mengatakan jika adanya dugaan korupsi dalam pelaksanaannya pada tahun 2022, tentu saja tidak melibatkan Edy Rahmayadi, melainkan urusan si pengguna anggaran.
Dirinya juga membantah tudingan kinerja Edy Rahmayadi amburadul terkait temuan dugaan korupsi Situs Benteng Putri Hijau.
"Dikaitkan dengan kinerja Pak Edy Rahmayadi kan sudah saya katakan sebelumnya bahwa sesudah anggaran itu dikucurkan kepada pengguna anggaran, Pak Edy tak bisa mencampuri lagi soal teknisnya, pengawasan ada di inspektorat," jelasnya.
"Dan akhirnya ada korupsi itu biasa, anak buah Jokowi juga banyak yang korupsi, anak buah SBY dulu juga banyak korupsi apakah SBY dan Jokowi harus masuk penjara kan gak," sambungnya.
Karena anggaran sudah diberikan kepada pengguna anggaran, kata Junirwan, maka Edy di konteks ini adalah pembuat kebijakan.
"Ketika kebijakan itu diimplementasikan salah atau keliru oleh anak buahnya yang membuat kekeliruan itulah yang bertanggung jawab, bukan pak Edy lagi," katanya.