Suara.com - PDI Perjuangan merilis temuan soal dugaan cawe-cawe Presiden ke-7 Joko Widodo di Pilkada 2024. Ketua DPP PDIP, Ronny Talapessy mengatakan, salah satu temuan itu dugaan keterlibatan sejumlah Kapolda seperti Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sumatra Utara dan Jawa Timur.
Karenanya, pihaknya mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi dan mencopot sejumlah Kapolda yang diduga cawe-cawe dalam Pilkada 2024.
Terlebih, sebelumnya Prabowo telah mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintahan termasuk aparat kepolisian tidak boleh berpihak kepada salah satu pasangan calon di Pilkada 2024.
“Kami menemukan pola cawe-cawe Jokowi di Jawa Tengah itu seperti Kapolda Irjen Ribut Hari Wibowo yang pernah menjabat Kapolres Solo. Begitu pun calon gubernurnya Ahmad Luthfi pernah jadi Kapolres Solo,” kata Ronny, dalam diskusi di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).
Baca Juga: Beres Sowan ke Jokowi dan SBY, Prabowo Niat Temui Megawati
“Kami bahkan temukan anggota polisi di Boyolali terbukti cawe-cawe dalam Pilkada 2024. Ini tentu saja bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo, sehingga perlu ada evaluasi terhadap Kapolda (Ribut) Jawa Tengah,” tambahnya.
Atas temuan tersebut, Ronny meminta agar Prabowo membuktikan integritasnya terkait janji untuk tidak mengintervensi proses Pilkada.
Kemudian, Ronny pun mendesak Presiden Prabowo untuk memanggil Kapolri untuk segera mengevaluasi dan mencopot Kapolda yang diduga tidak netral di Pilkada.
"Ini merupakan harapan dari masyarakat agar demokrasi yang rusak pasca-Pilpres 2024 yang kemarin itu tidak kembali terjadi. Dengan demikian, proses demokrasi ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tapi faktanya anggota kepolisian banyak tidak tunduk terhadap instruksi presiden,” tutur Ronny.
Ronny berharap Prabowo bisa bersikap netral sebagai seorang kepala negara. Ia juga mendesak agar Prabowo bertindak tegas soal temuan tersebut.
Baca Juga: Ogah Bongkar Ulang Capim KPK, Prabowo Ternyata Ikut Pilihan Jokowi
“Maka itu kami berharap ada tindakan tegas dari Presiden Prabowo Subianto terhadap Kapolda Jateng, Sumut, Wakapolda Jatim, Kapolda Kalbar, Kapolda Sulut, Kapolda Papua,” tegas Ronny.
Selain mengerahkan aparat penegak hukum, lanjut Ronny, pihaknya juga menemukan adanya dugaan pengerahan aparatur sipil negara (ASN) hingga intervensi kepada para kepala desa di sejumlah daerah.
“Tren tidak berhenti hanya di pilpres, tapi juga cawe-cawe Jokowi ini perannya sangat terlihat di Pilkada,” kata Ronny.
Ronny merinci, di Jawa Tengah, sedikitnya ada sekitar 386 dugaan pelanggaran netralitas ASN dan kepala desa, dalam mendukung Paslon tertentu.
Atas temuan tersebut, saat ini Bawaslu Jawa Tengah telah merekomendasikan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) pusat. Namun, laporan sampai kini belum mendapatkan sanksi yang tegas terhadap ASN yang terlibat.
Selain Jawa Tengah, Ronny menyebut, pola serupa juga terjadi di beberapa wilayah seperti Jawa Timur, Banten, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalbar, hingga Maluku dan Papua.
"Pola cawe-cawe ini tidak terjadi secara parsial, tapi kami melihat ini sistem komando dari tingkatan Polda, Polres dan Polsek, lalu camat hingga kepada kepala desa. Di Sulawesi Utara ada pemanggilan kepolisian dan kepala desa secara serentak pemanggilan ini sistemik dan tidak berdiri sendiri, jika tidak ditindak akan merusak iklim demokrasi,” beber Ronny.
Guna mencegah lebih masifnya kecurangan dalam Pilkada, lanjut Ronny, saat ini PDIP membentuk 10 ribu posko hukum di setiap provinsi untuk mengawasi keberlangsungan Pilkada dari segala bentuk intimidasi dan kecurangan.
“Maka hal-hal yang kami lakukan contohnya di Jawa Tengah, kami membentuk posko hukum 10 ribu posko. Itu adalah adanya di rumah-rumah masyarakat yang ikut mengawasi kecurangan-kecurangan atau intimidasi-intimidasi yang terjadi,” ujar Ronny.
Dengan adanya pengawasan tersebut, masyarakat diharapkan dapat memilih pasangan calon berdasarkan hati nurani, tanpa adanya intervensi dari pihak luar.
Termasuk, melaporkan kepada Posko jika melihat, menyaksikan atau menerima intimidasi dari aparat dalam Pilkada.