Suara.com - Direktur Eksekutif The Strategic Research and Consulting (TSRC), Yayan Hidayat memberikan penilaian khusus terkait kondisi Pilkada Jakarta yang mempertemukan KIM Plus vs PDI Perjuangan.
Kondisi itu terjadi usai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 Tahun 2024 tentang ambang batas pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah telah mengubah konstelasi politik di Pilkada 2024, khususnya Pilkada yang terjadi di Daerah Khusus Jakarta.
Keputusan tersebut dinilai membuka lebih banyak partisipasi politik dan membatalkan ambisi koalisi borongan seperti Koalisi Indonesia Maju Plus (KIM PLUS) untuk mengusung satu kandidat secara mutlak di Pilkada 2024.
Dia menilai bahwa perubahan ini menggagalkan ambisi koalisi borongan dan memaksa KIM PLUS untuk berhitung ulang dalam menentukan langkah politik mereka.
Baca Juga: Sudah Umum Dikonsumsi Warga Korea dan Jepang, Ini Rahasia Tersembunyi di Balik Susu Ikan
“Putusan MK ini membuka kran partisipasi dan secara langsung mengubah konstelasi politik Pilkada, terutama di Daerah Khusus Jakarta. Ambisi koalisi besar seperti KIM PLUS untuk mendominasi terhalang dengan Putusan MK,” jelas Yayan, Minggu (15/9/2024).
Pencalonan Ridwan Kamil sebagai salah satu kandidat di Pilkada Jakarta juga memicu kontroversi, dengan banyak pihak yang berupaya mengungkap jejak digital masa lalunya.
Selain itu, isu primordialisme antarpendukung sepakbola viking dan Jak Mania dimanfaatkan oleh beberapa kelompok untuk memengaruhi opini publik di ibu kota.
“Hal ini membuat partai-partai di KIM PLUS terlihat mulai berhitung ulang dalam memberikan dukungan penuh kepada pasangan Ridwan Kamil dan Siswono. Salah satu indikator yang bisa dilihat adalah mundurnya Syahroni sebagai Ketua Tim Pemenangan RK-Suswono, yang menunjukkan adanya komunikasi di internal yang belum selesai,” ungkap Yayan lebih lanjut.
Pilkada Jakarta, menurut Yayan, adalah pusat perhatian dan menjadi epicentrum bagi Pilkada daerah-daerah lain.
Baca Juga: Kabar Gembira untuk Driver Ojol, Pramono Anung Usul Kenaikan Status dan Gaji
Ketidaksolidan KIM PLUS di beberapa wilayah, seperti Banten, Jawa Barat dan Jawa Timur, dinilai turut memengaruhi soliditas koalisi di Pilkada Jakarta.
“Golkar, misalnya, memilih berkoalisi dengan PDIP di Banten, sementara PKS juga memilih membuat koalisi sendiri bersama NasDem di Jawa Barat, dan di Jawa Timur PKB justru maju sendiri dengan kader internal,” kata Yayan.
Selain itu, dari perspektif Gerindra, dukungan penuh terhadap Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta pun masih dipertanyakan. Yayan menilai bahwa meskipun Ridwan Kamil sudah dipindahkan dari Jawa Barat ke Jakarta, Gerindra tampaknya lebih fokus mendukung kader internal mereka, Dedi Mulyadi, di Pilgub Jawa Barat.
“Gerindra mungkin merasa sudah mencapai tujuannya di Jawa Barat, di mana elektabilitas Dedi Mulyadi meningkat setelah Ridwan Kamil pindah ke Pilkada Jakarta,” tambah Yayan.
Dengan berbagai dinamika ini, KIM PLUS tampaknya menghadapi tantangan serius dalam mencapai soliditas, baik di Jakarta maupun di daerah-daerah lain.
Pilkada 2024 akan menjadi ujian besar bagi koalisi borongan ini yang awalnya di gadang-gadang bisa dijadikan sebagai satu pemusatan kekuasaan, ujian ini akan nampak khususnya dalam menentukan apakah mereka bisa bersatu mendukung calon-calon mereka, termasuk pasangan Ridwan Kamil dan Suswono di Pilkada Jakarta, dengan komitmen penuh.