Suara.com - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, pihaknya kemungkinan mempunyai dua opsi usai Ahmad Riza Patria mundur dari pecalonan di Pilwakot Tangerang Selatan. Salah satunya soal kemungkinan bergabung dengan rival, mendukung Benyamin Davnie.
"Ya kemungkinan sih ada dua situasi ya, apakah kami akan mendukung Benyamin Davine atau mengusung calon baru," kata Habibur di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Namun, soal opsi mencalonkan figur baru, Habiburokhman pun memberikan pertanyaan. Mengingat waktu semakin mepet.
"Dalam situasi yang demikian singkat apakah mungkin, pertanyaannya ya, mengusung calon baru yang tepat. Jadi kalau sekadar hanya mencalonkan kan takutnya tidak pas juga, karena pencalonan ini kan pada akhirnya kita ujung-ujungnya harus kemenangan, bukan sekedar formalitas mencalonkan," katanya.
Lebih lanjut, ia mengatakan keputusan akhir nanti akan terlihat dalam satu dua hari ke depan.
"Tapi finalnya semua kita lihat satu dua hari ini," tambah dia.
Sebelumnya, Habiburokhman menilai jika kemungkinan besar Ahmad Riza Patria mundur dari pencalonan sebagai bakal calon wali kota di Pilwalkot Tangerang Selatan.
"Kemungkinan besar benar ya, tapi apa 100 persen bener atau 100 persennya salah kita lihat hari ini dan besok ya," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Ia mengatakan, yang tak benar adalah kabar jika Riza diisukan akan menjadi pendamping Ridwan Kamil bukan Suswono.
Baca Juga: Pesan Tegas Abdur Arsyad Usai Marshel Widianto Ditinggal Riza Patria: Gak Usah Ikut-Ikut Mereka Lagi
"Cuma yang 100 persen tidak benar bahwa pak Ariza Patria akan maju mendampingi Pak Ridwan Kamil sebagai calon wakil gubenur Jakarta, itu 100 persen tidak benar ya," ujarnya.
Ia menyampaikan, penyebab mundurnya Riza bisa ditenggarai berbagai faktor.
"Jadi kalau toh pak Ariza Patria mundur sebagai Cawalkot Tangsel ya, penyebabnya bisa macam-macam namanya Pilkada itu kan terkait 3 hal, pertama koalisi, lalu partai politik terakhir calonnya sendiri ya," ujarnya.
"Bisa karena perubahan komposisi koalisi, mungkin bisa mengubah hitung-hitungan, lalu perubahan kebijakan di internal partai, partai-partai pengusung ataupun di calon masing-masing apakah ada persoalan-persoalan subjektif si calon," sambungnya.