DPR Dicap Pembangkang Konstitusi, Rakyat Wajib Kawal Putusan MK!

Kamis, 22 Agustus 2024 | 07:27 WIB
DPR Dicap Pembangkang Konstitusi, Rakyat Wajib Kawal Putusan MK!
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas (kanan) dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (keempat kanan), bersama Wakil Ketua Badan Legislasi DPR yang juga pimpinan rapat Achmad Baidowi (kedua kanan), dan perwakilan fraksi yang menyetujui RUU melambaikan tangan usai menandatangani naksah persetujuan RUU Pilkada dalam rapat pengambilan keputusan pembahasan RUU Pilkada antara Baleg DPR dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Badan Legislasi DPR mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada dibawa ke rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU, dimana sebanyak delapan Fraksi DPR menyetujui RUU Pilkada dan hanya Fraksi PDI Perjuangan yang tak sependapat RUU tersebut dibawa ke Rapat Paripurna. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mendadak muncul seruan "Peringatan Darurat" di jagat maya setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengacuhkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat usia minimum calon kepala daerah saat bersama pemerintah  mengesahkan Revisi Undang-Undang (UU) Pilkada pada Rabu (21/8/2024) kemarin. Baleg DPR lebih memilih mengakomodir putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat dilantik.

Mencuat dugaan Baleg DPR RI seolah membuka jalan putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep untuk bisa maju di Pilkada Serentak 2024. 

Sikap Baleg DPR itu pun turut ditanggapi oleh Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (PB SEMMI).  Menuru PB SEMMI tindakan Baleg DPR yang tidak mematuhi putusan MK dianggap berbahaya untuk keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Pasalnya, putusan MK bersifat final dan mengikat.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PB SEMMI, Gurun Arisastra (tengah). (ist)
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PB SEMMI, Gurun Arisastra (tengah). (ist)

“Putusan MK bersifat final dan mengikat. Sehingga harus utuh, tidak boleh berubah makna dan ketentuan sedikitpun karena berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PB SEMMI, Gurun Arisastra saat dihubungi Suara.com, Kamis (22/8/2024).

Baca Juga: Konstitusi Dibegal, Alam Ganjar Serukan Perlawanan: Lawan!

Gurun melihat, adanya rapat dadakan yang lakukan oleh pemerintah dan DPR terkait Revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) merupakan sebuah pembangkangan terhadap konstitusi.

"Mahkamah Konstitusi adalah pengawal UUD, maka jika DPR melahirkan aturan tidak sesuai dengan hasil keputusan MK, itu bentuk pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Gurun. 

Gurun meminta kepada masyarakat untuk mengawal putusan MK demi terciptanya demokrasi sesuai konstitusi dan kehendak rakyat. 

"Ini penting bagi kemajuan demokrasi bangsa. Negara harus berjalan sesuai kehendak konstitusi tertinggi, tentunya kehendak rakyat,” pungkas Gurun.

Baca Juga: Dituding Lakukan Pembangkangan Terhadap Putusan MK, Ini Respon Wakil Ketua Baleg DPR

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI