Lawan Bakal Nambah Usai Putusan MK Soal Ambang Batas Pilkada? Ridwan Kamil Bilang Begini

Selasa, 20 Agustus 2024 | 17:39 WIB
Lawan Bakal Nambah Usai Putusan MK Soal Ambang Batas Pilkada? Ridwan Kamil Bilang Begini
Bakal Cagub Jakarta Ridwan Kamil memberikan keterangan di arena Munas Golkar, JCC Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024). [Suara.com/Bagaskara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bakal Calon Gubernur (Bacagub) Jakarta Ridwan Kamil menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD bisa mengusung calon kepala daerah.

Menurutnya, putusan itu justru menguntungkan warga, lantaran bisa banyak memunculkan calon-calon baru di Pilkada termasuk di Jakarta.

"Saya baru membaca, mendengar dari media juga. Jika itu memang menjadi sebuah keputusan, tentu satu harus dihormari kan. Karena MK adalah institusi negara yang mereview urusan perundang-undangan termasuk Pilkada," kata RK di arena Munas Golkar, JCC Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

"Kalau itu bisa membuat lebih banyak lagi calon-calon Pilkada di seluruh Indonesia termasuk di Jakarta, yang diuntungkan adalah warga. Karena kan warga akan disuguhi oleh adu gagasan," sambungnya.

Baca Juga: DPR Bakal Rapat Bareng KPU Respons Putusan MK Soal Perubahan Syarat Pencalonan Pilkada

Menurutnya, makin banyak gagasan yang solutif untuk permasalahan wilayahnya akan semakin bagus.

Ia mengaku tak masalah berkompetisi dengan banyak atau sedikit calon. Menurutnya, hal itu merupakan hal yang biasa.

"Saya tidak masalah karena dengan banyak sedikitpun selama itu sesuai aturan tentunya itu harus dilakoni. Waktu Walikota Bandung saya 8 pasang banyak sekali ada independen nya juga. Waktu Pilgub Jawa Barat 4 pasang juga nggak ada masalah," katanya.

"Nggak di Jakarta dengan dinamikanya mau sedikit maupun banyak tentunya kita melihat hasil akhir di pendaftaran. setelahnya yang penting guyub solutif jangan ada caci maki ada hal-hal negatif anggap Pilkada itu adalah sebuah pesta demokrasi.

"Jadi tidaknya itu garis tangan takdir Allah, kalau berhasil kita beradaptasi kalau tidak berhasil kita juga beradaptasi tugasnya itu. Kekuasaan bukanlah segalanya," sambungnya.

Baca Juga: Jalan Kaesang Maju Pilkada Kandas Usai Putusan MK, Hasto Sebut Usia Tunjukkan Kematangan Calon Pemimpin

Ubah Ambang Batas

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (threshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.

Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan.

“Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan untuk perkara yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.

Dalam perkara ini, Partai Buruh diwakili Said Iqbal selaku Presiden dan Ferri Nurzali selaku Sekretaris Jenderal. Sementara itu, Partai Gelora diwakili Muhammad Anis Matta selaku Ketua Umum dan Mahfuz Sidik selaku Sekretaris Jenderal.

Pada perkara ini, Partai Buruh dan Partai Gelora mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

"Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menghendaki pemilihan kepala daerah yang demokratis tersebut salah satunya dengan membuka peluang kepada semua partai politik peserta pemilu yang memiliki suara sah dalam pemilu untuk mengajukan bakal calon kepala daerah agar masyarakat dapat memperoleh ketersediaan beragam bakal calon, sehingga dapat meminimalkan munculnya hanya calon tunggal, yang jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 secara terus menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.

Karena keberadaan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada, maka MK menyatakan harus juga menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap Pasal 40 ayat (1) tersebut.

MK mempertimbangkan, pengaturan ambang batas perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah tidak rasional jika syarat pengusulannya lebih besar dari pada pengusulan pasangan calon melalui jalur perseorangan.

“Oleh karena itu, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan. Sebab, mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (1) UU 10/2016 sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta pemilu,” kata Enny.

Dengan demikian, MK memutuskan, Pasal 40 Ayat (1) UU Pilkada harus pula dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang telah dijabarkan di atas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI