Suara.com - Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR), Lutfi Hakim, tidak mendukung usulan calon kepala daerah perseorangan dapat mendaftar dengan dukungan organisasi masyarakat atau ormas.
Sebelumnya usulan itu disampaikan lewat gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tauun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) oleh tiga warga ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya tidak mendukung," kata Lutfi kepada Suara.com, Kamis (4/7/2024).
Lutfi mempertanyakan mekanisme calon perseorangan bila bisa mendaftar lewat dukungan ormas. Mengingat selama ini dalam Pasal 40 UU Pilkada, ada persyaratan untuk partai politik mengajukan calon kepala daerah.
Baca Juga: Ada Apa dengan KPU Kabupaten Bogor? Nasib Calon Independen Gunawan Hasan di Ujung Tanduk
Diketahui, partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
"Standar presentasi jumlah pemilihnya bagaimana kalau dengan ormas? Kalau parpol jelas harus minimal 20 kursi, misalnya," ujar Lutfi.
Lutfi sendiri kendati ketua ormas FBR, dirinya diketahui turut mendaftar sebagai calon gubernur di Pilkada DKI Jakarta lewat Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Lutfi pada Rabu (12/6) mendatangi kantor Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI DKI Jakarta.
Kedatangan Lutfi untuk mengembalikan formulir pendaftaran bakal Calon Gubernur (Cagub) Pilkada DKI Jakarta 2024.
"Sebab parpol saja punya syarat minimal untuk mengajukan calonnya, masak calon independen hanya sekadar dukungan ormas," kata Lutfi.
Bukan cuma partai politik yang memiliki syarat untuk mengajukan pasangan calon, mereka yang ingin maju lewat jalur independen atau perseorangan juga ditentukan syarat lewat aturan yang ada. Calon independen diharuskan mengantongi dukungan terlebih dahulu dari penduduk di wilayah terkait sebagai syarat mendaftar. Besaran dukungan itu ditentukan lewat persentase yang berbeda, tergantung jumlah penduduk di wilayah mereka mencalonkan.
Baca Juga: Airlangga Bocorkan Pertemuan Jokowi Dengan Ketum Parpol, Ini Yang Dibahas
Menurut Lutfi, menjadi tidak fair bila kemudian calon perseorangan bisa mendaftar sebagai calon kepala daerah hanya lewat dukungan ormas.
"Ya gak fair saja," ujarnya.
Gugatan ke MK
Sebelumnya Tiga warga menggugat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi. Ketiganya merupakan Peneliti, mahasiswa, dan advokat.
Pemohon atas nama Ahmad Farisi, A. Fahrur Rozi, dan Abdul Hakim itu pada intinya menginginkan agar calon kepala daerah perseorangan dapat mendaftar dengan dukungan organisasi masyarakat (ormas).
"Ketentuan syarat dukungan bagi calon perseorangan secara nyata dan faktual telah menyebabkan Pilkada tidak demokratis dan bagi setiap warga negara, khususnya bagi mereka yang berkepentingan untuk menggunakan haknya untuk mencalonkan atau dicalonkan melalui jalur perseorangan," kata Ahmad Farisi dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang MK, Jakarta pada Selasa (2/7/2024) seperti diberitakan Antara.
Pada perkara Nomor 43/PUU-XXII/2024 ini, para pemohon menguji Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e UU Pilkada terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Menurut mereka, keberlakuan pasal tersebut dapat membatasi kesempatan untuk dipilih bagi setiap warga negara. Para pemohon menilai, ketentuan syarat pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan pada pasal yang digugat terkesan tidak lebih dari sekadar monopoli partai politik.
Lebih lanjut, para pemohon mendalilkan bahwa sejati-nya ihwal diperbolehkan-nya calon kepala daerah perseorangan tidak lepas dari ketidakmampuan warga negara untuk mengumpulkan dukungan partai politik yang berbiaya tinggi.
"Karena itu, dari latar belakang itu, seharusnya syarat dukungan bagi calon perseorangan dibuat sesederhana mungkin agar dapat diakses dan bisa menjadi alternatif bagi setiap warga negara yang berkepentingan untuk maju sebagai calon perseorangan," imbuh Ahmad.
Sebagai alternatif syarat dukungan calon perseorangan yang diatur dalam UU Pilkada yang dinilai memberatkan, maka para pemohon meminta agar syarat dukungan bagi calon kepala daerah perorangan diganti dengan dukungan dari ormas.
Mereka meyakini, keberadaan ormas di tingkat daerah sangat mungkin menjadi alternatif untuk mengajukan calon perseorangan dalam Pilkada karena ormas dinilai aktif melakukan sejumlah kegiatan positif baik di bidang sosial, perekonomian, kebudayaan, dan kesenian di masyarakat.
Sebagai suatu organisasi sosial yang memiliki orientasi pembangunan tersendiri, menurut para pemohon, terdapat sejumlah aspirasi dari ormas yang berhubungan langsung dengan kebijakan politik pemerintah.
"Organisasi masyarakat sebagai pelaku sosial atau social engineering perlu juga ditempatkan tidak hanya sebagai objek penilai dan pemilih dalam gelaran politik elektoral seperti Pilkada, melainkan juga sebagai subjek pelaku politik atau political engineering yang diberikan kesempatan dan memiliki kewenangan untuk mengajukan calon perseorangan di luar pada jalur partai politik," ucap Abdul Hakim.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, para pemohon meminta agar syarat dukungan bagi calon gubernur perseorangan diganti dengan dukungan dari ormas atau perkumpulan masyarakat yang tercatat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Wali kota minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota.
Selain itu, mereka juga meminta syarat dukungan bagi calon bupati/wali kota perseorangan diganti dengan dukungan dari ormas atau perkumpulan masyarakat yang tercatat dan terverifikasi oleh Bupati/Wali Kota/Kecamatan setempat minimal 5 (untuk daerah kabupaten) dan 4 (untuk daerah kota) yang masing-masing tersebar di 5 kecamatan (untuk daerah kabupaten) dan 4 kecamatan (untuk daerah kota).
Mengenai argumentasi syarat dukungan ormas bagi calon gubernur perseorangan minimal berjumlah 5 dari kabupaten/kota, mereka mengacu pada syarat minimal pembentukan daerah provinsi, yakni minimal harus terdiri dari daerah 5 kabupaten/kota.
Sementara itu, terkait syarat dukungan ormas bagi calon bupati/wali kota perseorangan minimal berjumlah 5 dari masing-masing kecamatan untuk calon bupati dan 4 untuk calon wali kota, juga mengacu pada pada syarat minimal pembentukan daerah kabupaten/kota, yakni minimal harus terdiri 5 kecamatan bagi kabupaten dan 4 untuk kota.
Pada sidang pendahuluan tersebut, para pemohon secara bergantian membacakan dokumen permohonannya di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri dari Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, M. Guntur Hamzah, dan Ridwan Mansyur.
Masing-masing hakim konstitusi memberikan catatan dan nasihat kepada para pemohon. Di akhir persidangan, panel hakim memberikan waktu selama 14 hari kerja kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonannya.