Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebut tidak dapat menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan hak uji materi Partai Garuda, terkait persyaratan usia calon kepala daerah. Kenapa?
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan jika itu dilakukan KPU maka akan bertentangan dengan UU.
“Perludem menilai KPU tidak dapat menindaklanjuti putusan ini karena sifatnya yang menyebabkan perubahan frasa pasal a quo menjadi bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Pilkada,” kata Khoirunnisa dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/5/2024).
Selain itu, Perludem juga mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan pemeriksaan kepada majelis hakim yang bertugas dalam perkara uji materi tersebut.
Diketahui, MA dalam Putusan Nomor 23 P/HUM/2024, menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016. Terhadap putusan uji materi tersebut, Perludem menyampaikan dua catatan.
Pertama, Perludem menilai upaya Partai Garuda untuk menguji pasal dimaksud cenderung serupa dengan uji materi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 di Mahkamah Konstitusi (MK) perihal syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
“Pengujian ini mencoba ‘mengotak-atik’ dan mencari celah peraturan perundang-undangan terkait pemilu/pilkada untuk kebutuhan kelompok tertentu. Terlebih lagi, Partai Garuda sebagai pemohon terlihat ‘memaksakan’ dalil-dalilnya, terutama terkait cara memaknai status calon kepala daerah,” ucap Khoirunnisa.
Kedua, Perludem menilai MA mencampuradukkan antara syarat calon untuk menjadi kepala daerah dan syarat pelantikan calon kepala daerah.
Menurut Perludem, MA gagal menafsirkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur syarat calon, bukan justru syarat pelantikan calon terpilih.
Baca Juga: Ramai Putusan MA Soal Batas Usia Kepala Daerah, Adi Prayitno Sentil Siapa Anak Muda Spesial?
“Padahal dua terma tersebut merupakan dua situasi yang memiliki akibat hukum berbeda dan tidak dapat dicampuradukkan. Terlebih lagi, UU Pilkada tidak mengenal adanya persyaratan pelantikan bagi calon terpilih setelah penetapan hasil oleh KPU,” katanya.