Suara.com - Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menanggapi kecurigaan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) soal dugaan jual beli suara antara PPP dengan Partai Garuda.
Menurut dia, Perludem seharusnya tidak asal bicara perihal perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024 antara PPP dan Partai Garuda di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Perludem agar tidak asal bicara terkait sengketa PPP dengan Partai Garuda di MK," kata pria yang akrab disapa Awiek itu kepada wartawan, Senin (20/5/2024).
Dia menilai permintaan Perludem agar MK mencermati dugaan jual beli suara antara PPP dan Partai Garuda bisa menggiring opini publik.
"Gugatan kami ke MK di 18 provinsi didasarkan pada bukti-bukti di lapangan yakni C hasil dan juga kesepakatan noken di Papua Pegunungan dan Papua Tengah, dan kami juga akan memperkuat saksi-saksi fakta maupun saksi ahli," tutur Awiek.
Dia menepis dugaan jual beli suara dengan Partai Garuda karena perkara perolehan suara PPP juga diajukan berkenaan dengan suara PDIP, PKB, PKN, Partai Golkar, dan PBB di Papua Tengah dan Papua Pegunungan.
"Kami menghormati Perludem sebagai lembaga yang konsen untuk pengawalan pemilu dan demokrasi, tapi jangan pula membuat narasi ataupun tuduhan tanpa bukti. Karena jika menuduh tanpa bukti, nanti bisa berujung pidana," tandas Awiek.
Baca Juga: Saksi Sudah Tanda Tangan, KPU Bantah Suara PPP Berpindah ke Partai Garuda
Sebelumnya, Perludem meminta MK untuk mencermati adanya dugaan jual beli suara antara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Garuda pada sengketa Pileg 2024.
Terlebih, peneliti Perludem Ihsan Maulan menyoroti bahwa perolehan suara kedua partai tersebut tidak mencapai parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen.
Pada Surat Keputusan KPU Nomor 360/2024, PPP mendapatkan 5.878.777 suara atau sebesar 3,87 persen sementara Partai Garuda 0,27 persen atau 406.883 suara pada Pileg 2024.
Kemudian, seluruh perkara yang dimohonkan PPP mendalilkan penggelembungan dan pengurangan suara ke Partai Garuda. Untuk itu, Ihsan menilai MK perlu menyoroti potensi jual beli suara antara PPP dan Partai Garuda.
Sebab, dia menilai partai yang perolehan suaranya jauh dari ambang batas parlemen dan telah mengeluarkan biaya tinggi selama penyelenggaraan pemilu seperti Partai Garuda bisa saja menjual suaranya pada proses rekapitulasi suara.
"Ini yang harus diperiksa oleh MK. Jangan sampai nanti itu ada proses transaksional yang dilakukan antara pemohon dan partai pihak terkait, yang kemudian itu seolah-olah menjadi fakta hukum yang kemudian MK kabulkan dan itu mempengaruhi hasil PPP," kata Ihsan dalam diskusi bertajuk 'Peluncuran Hasil Pemantauan Perselisihan Hasil Pemilu Legislatif di Mahkamah Konstitusi' di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (20/5/2024).
Dengan perolehan suara PPP yang hampir mencapai ambang batas, Ihsan menduga partai yang suaranya jauh dari ambang batas parlemen bisa menjual suaranya dengan cara manipulasi menjadi fakta hukum.
Dengan begitu, dia menyarankan MK untuk menindaklanjuti perkara-perkara yang dimohonkan PPP ke proses pembuktian.
"Perkara PPP dengan pihak terkait Garuda tidak cukup sampai dengan proses pemeriksaan yang hari ini terjadi. Butuh tahapan lanjutan, yaitu proses pemeriksaan pembuktian, yang akan dilakukan MK dalam dua minggu ke depan," tandas Ihsan.