Suara.com - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Pegunungan, Sanggup Abidin, mengungkapkan alasan digelarnya pemungutan suara ulang hingga berujung ricuh di Distrik Gamelia, Kabupaten Lannya Jaya, Provinsi Papua Pegunungan.
Hal itu diungkap Sanggup dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Awalnya, Sanggup menjelaskan bahwa terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh ketua dan 3 orang anggota panitia pemilihan distrik (PPD) di Distrik Gamelia pada saat proses penghitungan suara.
“Terjadi pelanggaran yaitu ketua dan 3 orang PPD meninggalkan tempat rekapitulasi atau kantor distrik tanpa memberitahu panwaslu distrik dari hari Jumat malam 17 Februari 2024 sampai dengan hari Sabtu 18 Februari 2024,” kata Sanggup di ruang sidang panel 1 MK, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2024).
Dengan begitu, PPD Gamelia tidak melaksanakan rekapitulasi penghitungan suara dan merugikan semua partai politik peserta pemilu, termasuk Partai Kebangkitan Nasional (PKN) selaku pemohon dalam perkara ini.
Kemudian, Bawaslu Kabupaten Lanny Jaya meminta agar rekapitulasi penghitungan suara dilakukan oleh jajaran adhoc PPD dan tempat pemungutan suara (TPS) sesuai prosedur tahapan pemilu.
Namun, pelanggaran yang dilakukan ketua dan anggota PPD Gamelia menyebabkan saksi dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat meminta Bawaslu Kabupaten Lanny Jaya untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
PSU kemudian digelar pada 29 Februari 2024. Namun, pelaksanaan PSU tersebut diwarnai perdebatan dan adu argumen antara masyarakat dengan PPD Gamelia untuk memenangkan masing-masing peserta pemilu yang didukungnya.
Perdebatan tersebut berakhir menjadi keributan warga. Dalam video yang ditayangkan di ruang sidang, nampak terjadi keributan antarwarga yang beberapa di antaranya terlihat membawa parang dan panah.
Baca Juga: Sidang Sengketa Pileg di MK Akan Dilanjutkan dengan Putusan Dismissal
"Bahwa Bawaslu Lanny Jaya menerima laporan dugaan pelanggaran nomor 21 dan seterusnya, laporan tersebut pada pokoknya sebagai berikut: adanya ancaman kepada saksi atau siapapun untuk tidak merekam video atau foto saat pelaksanaan pemungutan suara; adanya masyarakat Kabupaten Tolikara dan anak-anak yang ikut memilih di 4 TPS Kampung Gamilea; adanya ancaman kepada saksi atau siapapun untuk tidak merekam video atau foto saat pelaksanaan pemungutan suara," tutur Sanggup.