Suara.com - Peta politik Indonesia berjalan dinamis setelah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka diputuskan menjadi presiden dan wakil presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sejumlah partai politik mulai mengisyaratkan bergabung dengan koalisi.
Menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Brawijaya, Anang Sujoko menilai sejatinya kebutuhan partai politik di luar koalisi sangat penting dalam mengawasi kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran.
Menurutnya, keberadaan partai nonkoalisi tidak terkontaminasi dengan kepentingan mempertahankan kekuasaan.
"Tidak ada kontaminasi kepentingan untuk mempertahankan kekuasaan. Justru bagaimana pemerintahan yang ada itu perlu dikontrol dan yang bisa melakukan kontrol dengan baik adalah partai politik dari nonkoalisi," katanya, Sabtu (27/4/2024).
Baca Juga: Bocoran Soal Sikap PKS terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran, Begini Kata Habib Aboe
Ia mengemukakan, hingga saat ini tersisa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang belum menyatakan gabung koalisi partai pemenang Pemilihan Umum Presiden 2024.
Menurutnya kedua partai tersebut bisa menegakkan nilai demokrasi dalam pemerintahan.
Ia melanjutkan bahwa partai politik nonkoalisi tersebut bakal mengambil peran sebagai oposisi yang seharusnya berkomitmen atau berpihak pada kepentingan rakyat.
"Partai nonkoalisi tersebut bisa menjalankan fungsi oposisi sehingga apa yang dilakukan seharusnya berkomitmen atau lebih berpihak pada kepentingan masyarakat yang lebih luas," katanya.
Tak hanya itu, ia menambahkan banyaknya partai politik yang berkoalisi dengan pemerintahan mendatang, memiliki kecenderungan mengamankan koalisi serta menyiapkan kemenangan untuk pemilu selanjutnya.
Baca Juga: NasDem dan PKB Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Anies Sebut PKS Berada di Persimpangan Jalan
"Semakin gemuk partai koalisi, ada kecenderungan untuk mengamankan koalisinya, keamanan pemerintahannya," ujarnya.
Meski begitu, ia mengatakan semestinya dalam negara demokrasi butuh kekuatan penyeimbang seperti dalam partai nonkoalisi yang menjadi corong pengawasan rakyat.
"Demokrasi seharusnya ada kekuatan yang mencoba untuk mengimbangi sehingga kontrol rakyat melalui partai nonkoalisi itu tetap menjadi sebuah perhatian," katanya. (Antara)