Suara.com - Posisi parpol usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hasil sengketa Pilpres 2024 menjadi pertanyaan publik.
Menurut pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M Jamiluddin Ritonga, ada yang parpol yang sebaiknya berada di luar pemerintahan yakni PDIP dengan Partai NasDem.
Baca Juga:
Respons Jokowi Soal Putusan MK: Tuduhan Kecurangan, Ketidaknetralan Pemerintah Tak Terbukti
Baca Juga: Respons Putusan MK, Ngabalin Tegaskan Bansos Jokowi Bukan untuk Pengaruhi Pemilih Pilpres 2024
Kata Jamiluddin, PDIP dan NasDem harus berada di barisan oposisi supaya tetap ada pihak yang bisa menjadi pengontrol serta mengawasi jalannya pemerintahan.
"Idealnya PDIP dan Nasdem sebagai pengusung utama paslon 03 dan 01 menjadi partai oposisi. Dengan begitu, dua partai besar tersebut dapat menjaga demokrasi di Tanah Air," kata Jamiluddin, Selasa (23/4/2024).
Ia mengatakan, partai politik yang tidak mengusung paslon 02 sebaiknya tetap berada di luar pemerintahan. Hal itu dimaksudkan untuk memperkuat check and balance pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Check and balances diperlukan agar kontrol dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan tetap terjaga. Hal ini sudah menjadi kultur dalam demokrasi di mana oposisi menjadi penyeimbang agar setiap kebijakan pemerintah tetap berpihak kepada kepentingan rakyat," tuturnya.
Menurutnya, hal itu juga sejalan dengan amanat reformasi 1998 di mana rakyat menginginkan sistem demokrasi. Hal ini, kata dia, harus dipahami dan disadari betul oleh elit partai agar menjaga marwah dan amanah tersebut.
Baca Juga: Ungkap Borok Masa Lalu, Pesan PDIP ke Gibran: Salah Boleh, Bohong Jangan
"Karena itu, oposisi seharusnya dipandang sebagai posisi yang terhormat. Hal itu juga equal dengan partai yang bergabung ke koalisi pemerintah," pungkasnya.
Dalam Pilpres 2024, PDIP mengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Baca Juga:
Bakal Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran? Syaikhu: Yakin Lah Sikap Kritis PKS
Sementara NasDem menjadi partai pengusung capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
Sayangnya, mereka gagal mengantarkan masing-masing capres-cawapresnya karena tak mampu mengalahkan suara Prabowo-Gibran yang mencapai 96 juta suara.