"Sementara itu merujuk fakta dalam persidengan menteri yang terkait langsung dengan tugas tersebut, Menteri Sosial yang seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap pemberian bansos, menyampaikan bahwa tidak pernah terlibat atau dilibatkan dalam pemberian atau penyaluran bansos secara langsung di lapangan," kata Saldi.
Selain itu, diperoleh pula fakta dalam persidangan bahwa terdapat sejumlah menteri aktif yang membagikan bansos kepada masyarakat, terutama selama periode kampanye.
Kunjungan ke masyarakat itu, ungkap Saldi, hampir selalu menyampaikan "bersayap" yang dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan atau kampanye terselubung bagi paslon tertentu.
Baca Juga: Tim Ganjar-Mahfud Sebut Kemenangan Prabowo-Gibran Tidak Absolut, Ini Penyebabnya
Berdasarkan pertimbangan hukum dan fakta itu, pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral menjadi tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali.
Soal Dugaan Keterlibatan Aparat Negara
![Massa yang tergabung dalam 'Forum Bersama (Forbes) 01 dan 03' melakukan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (22/4/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/04/22/78678-demo-mk-demo-sidang-sengketa-pilpres-2024-demo-di-patung-kuda.jpg)
Adapun soal keterlibatan aparat negara, Saldi Isra merujuk pada pejabat kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang dinilai memihak kepada salah satu paslon.
Dia merujuk temuan Bawaslu terkait masalah netralitas pejabat kepala dearah dan pengerahan kepala desa yang terjadi antara lain di Sumatra Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan.
Menurutnya, bentuk ketidaknetralan pejabat kepala daerah di antaranya berupa pengerahan ASN, pengalokasian sebagian dana desa sebagai dana kampanye, ajakan terbuka untuk memilih pasangan calon yang punya komitmen jelas untuk kelanjutan IKN, dan pembagian bansos.
Itu semua, menurut Saldi, mengarah atau identik dengan identitas paslon tertentu.