Suara.com - Mahkamah Konstitusi atau MK menyatakan tak menemukan kejanggalan soal adanya pemberian Bantuan Sosial atau Bansos yang di rapel bersamaan dengan penyelenggaraan Pilpres 2024.
Terlebih MK tak menemukan kejanggalan dari sisi anggaran Program Perlindungan Sosial (Perlinsos) sebagaimana yang di dalilkan oleh pemohon sengketa Pilpres 2024 yang diajukan oleh paslon nomor urut 1 Anies-Muhaimin ke MK.
Hal itu disampaikan salah satu hakim MK yakni Arsul Sani dalam sidang putusan sengketa Pilpres 2024 perkara paslon nomor 1 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
Baca Juga:
Baca Juga: Tolak Dalil Kubu Anies-Cak Imin, Hakim MK Sebut Tak Ada Bukti Jokowi Cawe-cawe di Pilpres 2024
Tolak Dalil Kubu Anies-Cak Imin, Hakim MK Sebut Tak Ada Bukti Jokowi Cawe-cawe di Pilpres 2024
Arsul awalnya menyampaikan jika dalam hukum acara sengketa Pilpres, senyatanya tidak memberikan cukup ruang, waktu, serta alata atau sarana untuk mendalami maupun menyelidiki intensi pembuatan suatu kebijakan publik.
MK menurutnya, menganggap APBN ditetapkan dalam undang-undang setiap tahun anggaran, in casu APBN 2024 ditetapkan dalam UU 19/2023 tentang APBN TA 2024.
"Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penggunaan anggaran perlinsos, khususnya anggaran bansos menurut Mahkamah tidak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon," kata Arsul.
Ia menyampaikan, jika anggaran Perlinsos telah diatur secara jelas mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawadan, termasuk pelaksanaan anggaran bansos yang disalurkan secara sekaligus (rapel) dan yang langsung disalurkan oleh Presiden dan Menteri merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya.
Baca Juga:
MK Tolak Dalil Penyelenggara Pemilu Curang Loloskan Gibran Jadi Cawapres
"Bahwa dari sisi pembuktian, dari berbagai alat bukti yang diajukan para pihak, terutama alat bukti Pemohon, Mahkamah menemukan fakta bahwa alat bukti Pemohon yang dapat dijadikan rujukan oleh hakim terkait dalil mengenai pengaruh bansos adalah hasil survei serta keterangan ahli," tuturnya.
Arsul menambahkan, pembacaan atas hasil survei oleh Ahli pemohon dalam sidang, serta hasil survei itu sendiri yang tidak dipaparkan atau diserahkan secara utuh atau lengkap atau komprehensif sebagai alat bukti, tidak memunculkan keyakinan bagi Mahkamah akan korelasi positif antara bansos dengan pilihan pemilin secara faktual.
"Berpijak dari hal demikian, terhadap dalil Pemohon menurut Mahkamah tidak terdapat alat bukti yang secara empiris menunjukkan bahwa bansos nyata-nyata telah mempengaruhi atau mengarahkan secara paksa pilihan pemilih," katanya.
"Bahwa selain itu, andaipun benar terjadi pembagian bantuan kepada masyarakat oleh Presiden, Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah apakah bantuan yang dimaksud oleh Pemohon adalah bansos oleh Kementerian Sosial ataukah bantuan kemasyarakatan oleh Presiden yang bersumber dari dana operasional Presiden," sambungnya.