Suara.com - Komandan Tim Echo (Hukum dan Advokasi) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Hinca Pandjaitan angkat bicara mengenai prediksi Prabowo bakal dilantik dan Gibran didiskualifikasi setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikemukakan Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana. Ia menilai apa yang disampaikan Denny terlalu liar.
Ia meyakini keputusan MK atas sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) akan tetap mengesahkan Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres).
“Ya kalau dari TKN tetap tidak bisa suuzan (buruk sangka) lah (Prabowo-Gibran menang Pilpres). Kami tidak bisa membaca di balik itu. Kami ikuti saja, kita ikuti saja, apa yang akan diputuskan MK. Tentu kami tidak ingin berspekulasi tentang itu,” ujar Hinca di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/4/2024).
Baca Juga:
Baca Juga: Putusan Sengketa Pilpres Besok, Sederet Guru Besar Kirim 6 Poin Ini ke MK, Isinya Mencengangkan!
Dalih Tak Wajib, Prabowo Cuma Utus Pengacara ke Sidang Putusan Sengketa Pilpres di MK Besok?
Apalagi, keterangan yang disampaikan pihak penggugat disebutnya tak bisa membantah hasil Pilpres 2024. Sebab, mereka tak mempersoalkan perolehan suara saat pencoblosan.
“Ini kan sengketa yang dilaporkan itu adalah sengketa PHPU. Perhitungan hasil pemilu. After, pasca pemilu, setelah pemilu, yang dihitung tentu,” kata dia.
“Berapa suaramu sehingga kau menang, berapa suaramu sehingga kau kalah. Aku kalah ini karena suaramu diambil disana, maka aku membuktikan itu. Nah itu substansi pada sengketa MK ini. Nah kami yakini, semuanya berada pada koridor itu,” imbuhnya.
Sementara, Tim Hukum TKN Prabowo - Gibran, Fahri Bachmid mengaku tak kaget dengan prediksi yang disampaikan Denny. Namun, ia tetap menghargai pernyataan Denny itu sebagai sebuah opini.
“Jadi Prof Denny kan bukan kali ini saja, menyampaikan analisis yang sifatnya prediktabel. Beliau kan sudah sering juga dalam perkara-perkara yang kontroversial, suka menyampaikan prediksi-prediksi,” pungkas Fahri.
'Bocoran' Denny Indrayana
Diberitakan sebelumnya, sepekan sebelum pembacaan putusan terkait sengketa pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Denny Indrayana memberikan bocoran.
Diketahui Mahkamah Konstitusi telah menyelesaikan agenda pemeriksaan terkait sidang gugatan sengketa Pilpres 2024. MK memastikan tak akan ada agenda persidangan hingga pembacaan putusan yang dijadwalkan diberikan pada Senin (22/4/2024).
Sepekan sebelum pembacaan putusan sengketa Pilpres, Denny Indrayana memberikan bocoran putusan MK soal pilpres 2024. Hal itu seperti yang dibagikannya melalui akun Twitter pribadinya.
"Bagaimana prediksi putusan MK terkait Pilpres 2024?” Itulah pertanyaan yang terus saya terima dari banyak orang, offline ataupun online, di Indonesia atau di Australia," isi kalimat pembuka bertajuk bocoran putusan MK terkait Pilpres 2024 seperti dikutip Senin (15/4/2024).
Baca Juga:
Putusan Sengketa Pilpres Besok, Sederet Guru Besar Kirim 6 Poin Ini ke MK, Isinya Mencengangkan!
Denny menjelaskan berdasarkan Pasal 77 UU MK, Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023, putusan MK dalam sengketa Pilpres 2024 ada tiga jenis, yaitu:
- Permohonan tidak dapat diterima ( );
- Permohonan dikabulkan; atau
- Permohonan ditolak.
"Saya meyakini, Mahkamah tidak akan memutuskan permohonan tidak dapat diterima, karena permohonan Paslon 01 dan 03 jelas memenuhi syarat formil untuk diputuskan pokok permohonannya," prediksinya.
Ia menjelaskan, sebelum lebih jauh memprediksi Putusan MK, perlu diingat permintaan (petitum) dalam permohonan Paslon 01 dan 03, yang pada intinya adalah:
- Mendiskualifikasi Paslon 02 (Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka), lalu pemungutan suara ulang (PSU) Pilpres hanya antara Paslon 01 dan 03 saja; hanya mendiskualifikasi cawapres Gibran Rakabuming Raka, lalu PSU Pilpres dengan mengikutsertakan Prabowo Subianto dengan cawapres pengganti Gibran.
- Mendiskualifikasi Paslon 02 (Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka), lalu pemungutan suara ulang (PSU) Pilpres hanya antara Paslon 01 dan 03 saja.
"Setelah melihat jalannya persidangan, bukti-bukti yang dihadirkan, termasuk keterangan saksi, ahli dan para menteri, juga memperhatikan komposisi dan rekam jejak delapan hakim konstitusi yang menyidangkan, saya menduga putusan Mahkamah adalah diantara EMPAT opsi berikut:
Opsi pertama, Mahkamah akan menguatkan Keputusan KPU yang memenangkan Paslon 02 Prabowo—Gibran, dan hanya memberikan catatan perbaikan penyelenggaraan Pilpres, utamanya kepada KPU dan Bawaslu. Mahkamah pada dasarnya menyatakan dalil-dalil permohonan tidak terbukti.
Dalam opsi dua ini, Mahkamah mengabulkan diskualifikasi Paslon 02 Prabowo—Gibran, dan melakukan PSU hanya di antara Paslon 01 dan 03. Dari semua opsi, melihat situasi-kondisi politik—hukum di tanah air; termasuk rumit dan sulitnya proses pembuktian.
Dalam opsi ketiga ini, Mahkamah mengabulkan salah satu petitum Paslon 01, yang memberi alternatif hanya Gibran yang didiskualifikasi, dan Prabowo dapat kembali ikut PSU dengan pasangan cawapres yang baru. Meskipun mungkin saja terjadi, opsi tiga ini tetap tidak mudah, dan membutuhkan tidak hanya keyakinan hakim ataupun , tetapi juga keberanian, pengakuan, dan introspeksi institusional bahwa problem moral-konstitusional pencalonan Gibran bersumber dari Putusan 90 Mahkamah sendiri, sebagaimana telah secara terang-benderang diputuskan oleh MKMK.
Opsi keempat ini membutuhkan penjelasan lebih panjang, terutama karena tidak ada dalam permohonan Paslon 01 maupun 03, sehingga menjadi . Dasar amar demikian ada dua, , peradilan sengketa Pilpres bukan sengketa perdata, tetapi peradilan konstitusional tata negara, sehingga demi menjaga kehormatan konstitusi, bisa memutuskan di luar permintaan para pihak. Hal mana sudah beberapa kali dilakukan oleh Mahkamah.
Dalam Pasal 53 ayat (2) Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2024 diatur, “ , ().” Norma tersebut, dapat dimaknai, Mahkamah membuka peluang ultra petita, bukan hanya di luar yang dimintakan para pihak, bahkan pun di luar ketentuan Peraturan MK atau bahkan UU MK.
Yang dilakukan bukan pendiskualifikasian Paslon 02, karena Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan atas pelanggaran TSM Paslon 02, di samping tentu ada pula argumen hal demikian adalah kewenangan Bawaslu RI. Bukti-bukti yang dihadirkan tidak cukup untuk menguatkan dalil Para Pemohon (Paslon 01 dan 03). Memang pembuktian sengketa Pilpres sangat rumit dan sulit," urainya.
Lebih jauh Denny menyebut bahwa Mahkamah akhirnya mengambil keputusan membatalkan kemenangan Cawapres Gibran Rakabuming Raka, bukan karena persoalan pencawapresan yang sudah terlanjur absah melalui Putusan 90 dan berbagai putusan MK sesudahnya. Tetapi, MK memutuskan membatalkan kemenangan cawapres Gibran dengan berbagai pertimbangan konstitusional, antara lain:
- Dari pernyataan dan tindakan Presiden Jokowi sendiri, dan hal demikian melanggar prinsip pemilu presiden yang LUBER, Jujur dan Adil sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1);
- Melalui Putusan 90 dan beberapa Putusan MK sesudahnya, meskipun secara hukum positif tidak ada lagi persoalan dengan pencawapresan Gibran, namun pelanggaran prinsip anti KKN, khususnya , dan menjadi kemenangan yang harus dibatalkan demi menjaga marwah dan kehormatan konstitusi.
- Karena yang dapat dibuktikan hanya pelanggaran konstitusi - Presiden Jokowi dan nepotisme cawapres Gibran Rakabuming Raka, sedangkan pelanggaran pasangannya Prabowo Subianto, dianggap Mahkamah tidak dapat dibuktikan, maka kemenangan Capres Prabowo tetap dikuatkan oleh Mahkamah. Tentu dengan komplikasi, bahwa suara Paslon 02 tentunya adalah hasil kerja keduanya sebagai pasangan calon.
Opsi keempat ini sejatinya punya bobot politis, selain yuridis. Karena dia seakan-akan menjadi jalan tengah (kompromis) antara hukum yang moralis-idealis dengan politik yang pragmatis-realistis. Bagi kekuatan politik yang diam-diam menolak dilantiknya cawapres Gibran dengan berbagai alasan, opsi ke empat ini menjadi bagian dari solusi. Karena Pasal 8 ayat (2) UUD 1945 memberikan waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari bagi MPR untuk memilih wapres dari dua calon yang diusulkan Presiden Prabowo Subianto, tentu setelah pelantikan pada 20 Oktober 2024.
"Persoalannya, enam bulan menjelang pelantikan, saya yakin Presiden Jokowi tentu tidak akan diam. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah, seberapa kuat dan berani bukan hanya mayoritas hakim MK, tetapi juga partai-partai politik untuk bersepakat menggolkan opsi putusan ke empat yang demikian. Sejauh ini, belum ada kekuatan politik yang berani melawan pelanggaran bahkan kejahatan konstitusional yang terang-benderang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo. Hampir semua kita, tunduk dan takluk atas berbagai kedzaliman konstitusi yang sejatinya dilakukan secara telanjang oleh Presiden Jokowi," terangnya.
Sewajibnya Hakim-Hakim Konstitusi selaku Negarawan, bukan , mampu melepaskan diri dari penjajahan, penghambaan, dan ketakutan atas kuasa otoritarian Presiden Jokowi, yang sebenarnya sudah akan berakhir masa jabatannya. Namun, hakim konstitusi juga manusia, kecuali ada kejutan luar biasa, terus terang saya tidak yakin, para Hakim Konstitusi mau berkorban dan menjadi pahlawan demi menyelamatkan negara demokrasi konstitusional Republik Indonesia.
"Opsi mana yang akan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Akankah ada kejutan? Saya yakin, tidak. Saya prediksi, MK belum punya dukungan bukti dan keberanian untuk memutus di luar opsi putusan yang pertama, yaitu: , ," tukasnya.