Suara.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito menjelaskan alasan pihaknya beberapa kali menjatuhkan peringatan keras kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa ada sanksi pemberhentian.
Pernyataan itu disampaikannya dalam keterangan pada sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Selama ini, Heddy menyebut jenis sanksi yang dijatuhkan DKPP dalam putusannya berupa peringatan, peringatan keras, dan pemberhentian.
"Jadi, DKPP dalam memeriksa perkara itu fokus pada pelanggaran etik yang diadukan dan itu sedang kami periksa. Jadi berapa besar derajat pelanggaran etik perkara itulah kami lakukan hukuman atau putusan atau sanksi sesuai dengan derajat yang diadukan dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan," kata Heddy di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2024).
"Tidak semua pengaduan diberi sanksi karena dari 322 di tahun 2023 itu yang beberapa kasus banyak yang direhabilitasi karena tidak terbukti," katanya.
Sekadar informasi, ada dua pengajuan permohonan sengketa Pilpres 2024 yang disampaikan kepada MK.
Perkara pertama diajukan tim hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada Kamis (21/3/2024) lalu.
Langkah yang sama juga dilakukan oleh tim hukum pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud yang mengajukan permohonan sengketa ke MK pada Sabtu (23/3/2024).
Kemudian, tim hukum pasangan nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendaftar ke MK sebagai pihak terkait pada dua perkara tersebut.
Baca Juga: Blak-blakan di MK, Menko Airlangga dan Muhadjir Ungkap Sumber Dana Bansos Jokowi