Suara.com - Partai-partai politik yang memiliki fraksi di DPR RI dinilai bakal sulit satu suara untuk menggaungkan hak angket.
Ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan, alotnya fraksi-fraksi partai di DPR untuk mengegolkan hak angket lantaran banyaknya kepentingan politik.
Secara matematis, kata dia, seharusnya hak angket itu akan mudah disidangkan karena jumlah kursi parpol pendukung Capres Cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar serta kontestan 03 Ganjar Pranowo - Mahmud MD mayoritas di DPR.
"Sederhana saja, partai pendukung 01 dan 03 itu mayoritas di DPR. Kalau mereka sepakat semua soal hak angket, maka akan gol," kata Refly di depan kantor KPU RI, Rabu (20/3/2024).
Baca Juga: Apesnya Istri Giring Nidji: Menangi Dapil Neraka Jateng, Tapi Gagal ke Senayan Karena PSI Melempem
Namun, kenyataannya, partai-partai pendukung kedua pasangan capres cawapres tersebut masih alot untuk bersepakat mengenai hak angket.
Menurut Refly, besar kemungkinan hal tersebut dipengaruhi banyaknya tawaran atau rayuan-rayuan politik dari kubu Capres Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka kepada partai-partai pendukung 01 dan 03.
"Kalau poco-poco, maju mundur, maju mundur, indikasinya ya semacam negosiasi politik tawaran dan lain sebagainya," kata dia.
Padahal, secara logis, partai-partai yang tak masuk koalisi Prabowo-Gibran praktis dirugikan dalam proses Pilpres 2024 yang terindikasi banyak kecurangan.
Refly memisalkan, Presiden Joko Widodo yang tampak condong memenangkan salah satu pasangan calon.
Baca Juga: Desak Jokowi Agar Dimakzulkan, Refly Harun: Dia Sumber Masalah, Demokrasi Kita Hampir Hancur!
Selain itu, tampak ada mobilisasi massa menggunakan anggaran negara yang menurutnya sangat memengaruhi perkembangan elektabilitas salah satu peserta pilpres.
"Presiden bisa memobilisasi dana sebesar Rp 597 Triliun untuk memenangkan calon tertentu dengan berbagai program perlindungan sosial. Ada pembagian sembako dan sebagainya," tudingnya.
Refly menegaskan, praktik-praktik seperti itulah yang dianggapnya tidak adil dalam kontestasi politik Februari lalu.
"Sebab, tidak ada calon yang memiliki kemampuan finansial begitu dahsyat. Jadi tidak boleh yang namanya paslon dibantu oleh APBN untuk dimenangkan," kata Refly menandaskan.
Kontributor : Faqih Fathurrahman