Pilpres 2024 Disebut Pemilu Paling Amburadul Dan Govermental Crime

Selasa, 19 Maret 2024 | 06:12 WIB
Pilpres 2024 Disebut Pemilu Paling Amburadul Dan Govermental Crime
Diskusi publik menyoal Sirekap dan Kejahatan Pemilu. (Suara.com/Bagas)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Guru Besar Hukum Pidana Profesor Romli Atmasasmita menilai Pilpres 2024 merupakan pemilu paling buruk dan banyak diwarnai dengan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Romli sendiri mengaku sudah mengikuti pemilu sebanyak tujuh kali. Dan pesta demokrasi kali ini, disebutnya paling hancur.

"Saya sudah tujuh kali ikut pemilu, saya lahir 44, jadi tahu. Ini yang paling amburadul. Biar KPU, Bawaslu, Polri mengatakan ini sudah lurus, ini kalau bahasa saya, ini govermental crime. Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertanyaannya siapa yang bisa mengadili?" kata Romli dalam diskusi publik bertajuk 'Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik' di Sekretariat Barikade 98, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).

Romli pun tiba pada kesimpulan pentingnya untuk memperkuat Undang-Undang Pemilu. Undang-Undang tersebut harus memuat soal sanksi yang tegas hingga pemecatan.

Baca Juga: Jimly Asshiddiqie Bagikan Video Kerusuhan Pemilu 2019: Semoga Tidak Terjadi Lagi di 2024

"Harus ada karena ini cuma peringatan sanksi administratif. Bayangkan pelanggaran terhadap hak rakyat berdaulat hanya dengan administratif. Membunuh orang satu saja mati, ini membunuh demokrasi 270 juta jiwa dibunuh, dikorupsilah, ini korupsi suara dan sistematis, terstruktur, dan masif. Nah kalau dilihat dari sudut itu, ini pengkhianatan terhadap konstitusi. Itu kena Undang-undang makar. Dia membuat persengkongkolan untuk meruntuhkan maruah negara," tuturnya.

Romli menyontohkan, salah satunya ialah persengkongkolan mengubah batas usia capres-cawapres. Di sisi lain, ia juga menyarankan adanya lembaga independen untuk mengaudit proses pemilu atau lembaga hukum yang diisi dengan orang-orang berintegritas.

Romli menganggap pemilu tidak bisa dianggap sebagai momen untuk bermain-main. Karena itu, Undang-Undang yang mengaturnya harus dengan kesadaran semata-mata menjaga kedaulatan rakyat.

"Selama ini kedaulatan rakyat tidak pernah sebebas-bebasnya sebagaimana pemilu, orang nyoblos tidak ada yang mempengaruhi itu dijamin itu, ketika membaca norma-norma yang ada ini tidak serius, satu sisi dilarang presiden berkampanye tetapi di bawahnya dibilang boleh asal ini, asal itu," terangnya.

Selain itu, kata dia, Sirekap pun pelaksanaannya bukan lagi bisa disebut pelanggaran, melainkan sudah tahap kejahatan. Dirinya menganalogikan Sirekap seperti sudah membunuh, mencuri, yang dari awal dipersiapkan untuk itu.

Baca Juga: Ngaku Sosok Introvert, Siti Atikoh Diulti Netizen Gara-gara Joget Kampanye: Terlalu Lincah

"Ini sistemnya yang terburu-buru, demokrasi kita belum siap, kenapa belum siap? 60 persen penduduk kita masih jauh dari standar pendidikan yang modern," katanya.

Turut menjadi narasumber dalam diskusi tersebut yakni, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Pengamat Telematika Roy Suryo, Sekjen IA ITB dan Pakar IT Pencipta Robot Pemantau Situng KPU Pemilu 2019 Hairul Anas Suaidi, Ahli Rekayasa Perangkat Lunak & Manajemen Universitas Pasundan Dr. Leony Lidya, Pakar IT Dr. Soegianto Soelistiono dan Pakar IT Benhard Mevis Anggiat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI