Suara.com - Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengingatkan soal adanya mekanisme partai yang harus ditaati jika ingin menduduki kursi Ketua Umum Golkar.
Hal itu ditegaskan Firman menanggapi isu Presiden Jokowi bahkan putranya Gibran Rakabuming Raka santer diberitakan akan menjadi Ketum Golkar jelang Munas partai.
Baca Juga:
Mantan Danjen Kopassus Soenarko: Jokowi Sutradara Kecurangan Pemilu 2024!
Baca Juga: Sekjen PAN Ogah Tanggapi Isu Golkar Minta Jatah 5 Kursi Menteri: Itu Hak Presiden
Hari Ini KPU Umumkan Hasil Pemilu 2024, Jika...
PDIP Sebut Ada KPPS Diminta Ubah Suara di Palu, KPU Buka Formulir C Hasil TPS 08
Ia menegaskan, dalam mekanisme Golkar, jika seseorang ingin menduduki kursi ketua umum minimal harus menjadi kader partai selama 5 tahun berturut-turut.
"Ya begini, ada mekanisme dalam partai seperti yang dijelaskan pak sekjen, kemudian juga yang dijelaskan pak Ical. Untuk menduduki daripada pimpinan partai itu kan ada ketentuan aturan, minimal menjadi anggota partai, selama lima tahun berturut-turut. Itu ketentuannya seperti itu," kata Firman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (18/3/2024).
Untuk itu, kata dia, ketentuan tersebut harus dijalankan ditaati. Kecuali, menurutnya, ada perubahan dari anggaran dasar anggaran rumah tangga partai.
Baca Juga: Blak-blakan! Golkar: Prabowo-Gibran Lanjutkan Program Jokowi, Tak Perlu Ada Tim Transisi
"Kecuali kalau ada perubahan. Itu kan anggaran dasar rumah tangga partai. Anggaran dasar rumah tangga partai itu tidak boleh dilanggar siapapun, bahkan dulu saya pernah dipecat karena melanggar keputusan partai, gitu lho. Nah ini harus menjadi perhatian kita," tuturnya.
Sementara itu ketika disinggung apakah sudah dorongan untuk memajukan Munas sebelum pelantikan Presiden terpilih pada Oktober mendatang, Firman menegaskan belum ada hal itu.
"Sampai sekarang kita belum ada agenda ke situ. Kalau wacana boleh saja. Bahkan wacana itu kan dari kemarin sebelum pemilu kan ada wacana yang membikin Munaslub, tapi ternyata kan gak terlaksana juga," ujarnya.
"Karena memang tidak ada ukuran yang jelas untuk menggantikan Pak Airlangga waktu itu. Dan kekhawatiran-kekhawatiran sudah terjawab hari ini bahwa kekhawatiran kemarin Golkar akan terpuruk makanya pak Airlangga diminta diganti kan itu hanya kekhawatiran org per orang. Tapi faktanya sekarang sudah terjawab," sambungnya.
Lebih lanjut, saat ditanya soal apakah perubahan AD/ART partai agar Presiden Jokowi bisa menduduki kursi Ketum Golkar sudah tertutup, Firman hanya menjawab secara diplomatis.
"Ya, itu nanti kita lihat, namanya politik kan dinamis yah. Kalau sampai sekarang bahwa kita berpegang pada aturan yang ada," pungkasnya.