Suara.com - Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari menilai, sosok Gibran Rakabuming Raka layak ikut bertarung pada perebutan kursi Partai Golkar pada Musyawarah Nasional atau Munas yang digelar di akhir 2024. Menurutnya, Gibran bisa menjadi pendobrak wajah Golkar yang dianggap sebagai partai kolot.
Qodari menilai, Gibran bisa mencuri perhatian publik apabila bisa menduduki kursi Ketua Umum Golkar.
Baca Juga:
Kunjungi Sumbar Siang Ini, Anies Baswedan Lakukan Sejumlah Agenda
Baca Juga: Prabowo-Gibran Menang di Papua Selatan, Tetapi Parpol Pengusung Tidak Dapat Kursi DPR RI
Mantan Istri Dedi Mulyadi Bagikan Momen Persiapkan Menu Buka Puasa Pertama: Bareng Suami Baru
Kantor hingga Rumah Digeledah, Uang Puluhan Miliar Milik Crazy Rich Helena Lim Disita Kejagung
Sebab, selama ini pimpinan Golkar diisi oleh tokoh-tokoh politik senior.
Selain itu, cawapres nomor urut 2 tersebut juga disebut Qodari bisa mendongkrak elektabilitas Partai Golkar khususnya untuk massa dari generasi milenial dan Gen Z.
"Kita lihat dari berbagai survei dan exit poll bahwa memang pemilih Prabowo-Gibran itu mayoritas di semua kelompok usia tetapi khusus untuk generasi milenial dan generasi Z, proporsinya jauh lebih tebal dibandingkan dengan generasi baby boomers atau generasi X, jadi itu satu indikasi menurut saya bahwa Gibran memiliki daya tarik yang sangat kuat pada anak-anak muda,” kata Qodari dikutip Sabtu (16/3/2024).
Baca Juga: TKN Blak-blakan! Faktor Kemenangan Prabowo-Gibran di Kandang Banteng Karena Jokowi
Selain itu, Qodari menilai, Golkar selama ini selalu berada di pemerintahan.
Apabila Gibran jadi dilantik sebagai wakil presiden pada Oktober 2024 nanti, maka menurutnya akan menguatkan hubungan antara Golkar yang tetap berada di pemerintahan.
"Jadi saya kira pengalaman Pak JK itu menjadi sebuah pertanda suasana kebatinan yang sangat kuat di Partai Golkar untuk memiliki kaki atau akses di pemerintahan," terangnya.
Bukan hal baru menurut Qodari apabila nantinya Gibran menjadi wapres sekaligus ketua umum partai.
Ia mencontohkan dengan sosok Jusuf Kalla atau JK.
Saat menjabat sebagai wakil presiden periode 2004-2009, JK juga menjadi ketua umum Partai Golkar.
"Jadi saya kira pengalaman Pak JK itu menjadi sebuah pertanda suasana kebatinan yang sangat kuat di Partai Golkar untuk memiliki kaki atau akses di pemerintahan," tutur Qodari.