Suara.com - Masyarakat muslim di Indonesia akan menjalani puasa selama bulan Ramadhan pada pertengahan Maret 2024 ini.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menilai, bulan Ramadhan bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk meredam panasnya penyelenggaraan Pemilu 2024.
Baca Juga:
Ruang IT RS Harapan Bunda Terbakar, Saksi Mata Lihat Pasien dengan Tangan Terinfus Selamatkan Diri
Baca Juga: Gus Miftah Sindir Aturan Speaker saat Ramadhan, Auto Kena Skakmat Kemenag
Tawuran Suporter Persija Jakarta Vs Persib Bandung Pecah di Ciracas
Diungkap Mahfud MD, Begini Respon Ganjar Usai Dilaporkan ke KPK
Sebab, menurutnya, ada hadits yang menyampaikan kesempurnaan puasa umat muslim, salah satunya ialah menjaga perkataan.
"Dalam hadits disebutkan bahwa agar puasa seseorang sempurna dan diterima oleh Allah hendaknya dia menghindari perkataan yang memecah belah, menggunjing, dan kotor," kata Abdul Mu'ti dalam keterangannya, Senin (11/3/2024).
Selain itu, ia menilai, Ramadhan juga bisa menjadi momentum bagi umat muslim yang sempat bersitegang karena berbeda pilihan di Pemilu 2024.
Baca Juga: Omzet Berlipat Jelang Ramadhan, Pedagang Kembang TPU Bambu Apus: Jauh Lebih Besar Pas Covid
"Hubungan antar sesama manusia yang selama Pemilu 2024 sempat rusak, harus diperbaiki," ucapnya.
Meski begitu, Abdul Mu'ti menekankan masa bulan Ramadhan tidak berarti melarang adanya perdebatan atau kritik yang tajam antar kelompok.
"Kritik dilakukan dengan kepala dingin, bukan dengan kepalan tangan atau kemarahan," tuturnya.
1 Ramadhan
Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan 1 Ramadan 1445 H atau awal puasa Ramadhan 2023 jatuh pada Selasa (12/3/2024).
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, penetapan awal Ramadhan 2024 ini telah ditetapkan secara bersama dalam Sidang Isbat, Minggu (10/3/2024).
"Kita bersepakat secara mufakat, bahwa 1 Ramadhan jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2024 Masehi," ujar Yaqut dalam jumpa pers di Kemenag, Jakarta Pusat, Minggu (10/3/2024).
Sidang Isbat, kata Yaqut, dihadiri Kementerian Agama, Ketua Komisi VIII DPR, Majelis Ulama Indonesia (MUI), BMKG, Badan Informasi Geospasial, ahli falak, hingga sejumlah pimpinan ormas agama Islam.