Suara.com - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai Pemilu 2024 menjadi yang buruk dan brutal. Hasto mengatakan pada pemili tahun ini negara dipergunakan untuk memenangkan pasangan calon presiden nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Pernyataan itu disampaikan Hasto saat menanggapi permintaan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Hermawi Taslim yang meminta adanya perjanjian dengan PDIP terkait wacana hak angket.
"Kita sudah ada ideologi pancasila, sudah ada konstitusi, sudah ada pranata kehidupan yang baik tentang nilai-nilai demokrasi yang seharusnya. Itu perjanjian kita," kata Hasto ditemui wartawan di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/3/2024).
Menurutnya dengan adanya hal tersebut, sudah menjadi keharusan untuk menyadari Pemilu 2024 berjalan buruk dan brutal.
Baca Juga: Hak Angket Dianggap Masuk Angin, Jusuf Kalla Soroti Dua Hal Penting Ini
"Ini adalah yang buruk dan brutal. Pemilu di mana sumber daya negara, instrumen negara digunakan untuk memberikan keberpihakan kepada paslon 02 maka semua bergerak. Maka komitmen kita adalah nilai-nilai demokrasi itu, perjanjian kita adalah komitmen kerakyatan itu," kata Hasto.
Hasto kemudian menyinggung soal Pemilu 1971, pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Menurutnya proses Pemilu saat itu harus menjadi pengingat.
"Pemilu tahun 1971 itu adalah pemilu yang brutal. Diwarnai pembunuhan rakyat, saat itu melibatkan ABRI sebagai penopang utama kekuasaan dari Pak Harto dan golongan karya yang bukan parpol tapi jadi instrumen politik," kata dia.
"Lalu ketika kekuatan yang mengoreksi itu dikalahkan, ini menjadi basis penopang 27 tahun pemerintahan orde baru pasca pemilu 71," katanya menambahkan.
Oleh karenanya, Hasto menegaskan penting untuk mengkritisi Pemilu 2024.
Baca Juga: Ahok Kembali Koar-koar: Bicara Kecurangan Pemilu, Ungkit Ayat dan Mayat
"Kalu ini tidak kita kritisi, nanti pemilu tidak akan ada lagi, yang ada simsalabim hasil pemilu," ujarnya.