Suara.com - Sejumlah nelayan perempuan yang tergabung dalam Persaudaraan Nelayan Indonesia (PNI) dan Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) turut serta dalam aksi unjuk rasa. Aksi itu mereka gelar bersama dengan sejumlah organisasi perempuan lainnya di Istana Merdeka, Jakarta pada Jumat (08/03/24).
"Kita sebenarnya dari Kiara koalisi rakyat untuk keadilan perikanan hari ini juga ada dari persaudaraan nelayan Indonesia, ini juga ada dari kawan-kawan global march movement," ujar Susan selaku sekjen Kiara kepada Suara.com di tengah massa aksi pada Jumat (08/03/24).
Baca Juga:
Tom Lembong: Saya Tetap Yakin Pemenang Sesungguhnya Pemilu Ialah Perubahan
Baca Juga: Google Rayakan Hari Perempuan Internasional 2024 Lewat Doodle, Women Support Women
Terungkap Maksud Kunjungan Gibran ke Inggris, Gerak Cepat 'Mas Wapres' untuk Program Hilirisasi?
Diungkap Mahfud MD, Begini Respon Ganjar Usai Dilaporkan ke KPK
Susan mengatakan kondisi masyarakat pesisir terutama para nelayan perempuan sangat memperihatinkan.
Perampasan ruang hidup yang terus terjadi menjadi sebab kesejahteraan mereka menurun.
"Sebenernya sih kalau kita melihat bahwa yang dibutuhkan oleh perempuan ini bagaimana perampasan ruang tidak terus terjadi, kan kita tahu banyak proyek reklamasi, tambang, nah, itu semua dihentikan," ujarnya.
Baca Juga: Melanie Subono Beri Tips Cara Nasihati Perempuan yang Jadi Korban Kekerasan: Cuci Otaknya Dulu
Susan juga menyayangkan sebutan Poros Maritim Dunia yang disematkan kepada Indonesia tidak serta merta dengan kesejahteraan rakyat pesisir.
Berbagai konsesi tambang dan proyek reklamasi di Indonesia membuat kondisi masyarakat kian memprihatinkan.
"Semakin parah, yang paling kami takutkan itu dampak dari proyek yang 10 tahun terakhir, kan katanya poros maritim harusnya mereka sejahtera tapi enggak. Banyak banget izin-izin tambang sama reklamasi yang membuat mereka desa-desanya tenggelam gitu, kemudian banyak juga yang beralih profesi misalkan mereka melaut jadi buruh," katanya.
Berbagai proyek strategis nasional yang berada di pesisir pantai membuat kondisi laut menjadi semakin memburuk.
Kondisi laut yang buruk itu ditunjukkan dengan jumlah tangkapan ikan yang terus menurun.
Susan juga mengkhawatirkan tentang kondisi perikanan Indonesia di masa depan.
Melihat berbagai kesulitan nelayan hari ini, hal itu bisa menjadi pemicu anak muda tidak mau menjadi nelayan.
"Makin parah, misalkan 1 bulan mereka itu efektif cuma 10-15 hari melaut, oke lah itu memang siklusnya tetapi mereka itu pernah dapet ikan itu kurang dari satu kilo sehari, sedangkan ongkos mereka itu satu hari bisa 70-100 ribu ditambah lagi BBM sekarang susah. Jadi kemiskinan semakin banyak, semakin berkelindan dan yang kami takutkan nggak ada lagi anak muda yang mau melaut," jelasnya.
Dari berbagai kondisi ini, Susan berharap agar negara mampu untuk hadir dalam menjamin kebebasan ruang masyarakat pesisir. Terutama untuk mencari ikan, masyarakat menjadi kehilangan mata pencahariannya dan sumber kehidupannya.
"Bagaimana negara bisa hadir dan memastikan mereka bisa mengelola ruang lautnya, kan sekarang mereka udah gak bisa punya akses dan kontrol semua nya kan dari pusat. Misal di pesisir, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan izin reklamasi itu mereka nggak bisa lagi masuk dan mereka diusir," tuturnya.
Terakhir, Susan juga meminta berbagai pihak agar kepedulian mereka terhadap masyarakat kecil terutama di pesisir jangan hanya di musim politik.
Sebab penderitaan mereka terjadi sepanjang waktu, maka mereka membutuhkan perhatian mereka setiap saat tidak hanya pada saat-saat tertentu.
"Jangan jadikan isu lingkungan dan masyarakat produsen pangan ini sebagai barang dagangan kalau musim politik mas, jadi jangan cuma dateng kalo mau nyalon, Lo kemana aje gitu kan," katanya. (Muhamad Iqbal Fathurahman)