Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia dengan metode kotak suara keliling (KSK) dan pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) secara bersamaan.
Hal ini merupakan perubahan rencana PSU, karena awalnya KSK akan dilakukan pada Sabtu (9/3/2024) sementara pencoblosan di TPS digelar pada Minggu (10/3/2024).
"Benar semuanya (KSK dan TPS) di 10 Maret," kata Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Kamis (7/3/2024).
"Insya Allah pada Minggu, 10 Maret 2024, PSU di Kuala Lumpur Malaysia dapat diselenggarakan," sambungnya.
Baca Juga: KPU Pastikan Pemerintah Indonesia dan Malaysia Sudah Berkoordinasi Sebelum Digelar PSU Kuala Lumpur
Lebih lanjut, Idham mengaku optimis PSU di Kuala Lumpur akan diselenggarakan dengan lancar. Terlebih, perubahan jadwal ini dinilai akan lebih baik karena mempertimbangkan hari libur.
"Insya Allah berjalan lancar. Kenapa dikonsentrasikan di hari minggu, 10 Maret 2024, karena hari libur, mempertimbangkan aktivitas pemilih di Kuala Lumpur," ujar Idham.
Sekadar informasi, dalam proses tahapan PSU di Kuala Lumpur, KPU kembali melakukan pemutakhiran daftar pemilih. Total DPT yang akan melakukan PSU ialah 62.217 pemilih.
KPU dan Bawaslu sebelumnya telah bersepakat untuk tidak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur. Sebab, daftar pemilihnya dilakukan pemutakhiran ulang.
Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dilakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur dari total sekitar 490 ribu orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.
Baca Juga: Mulai Hari Ini! KPU Siapkan Logistik untuk PSU Kuala Lumpur, Apa Saja yang Dibutuhkan?
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif sebanyak 18 orang.
Akibatnya, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) atau pemilih yang tak masuk dalam daftar pemiluh tetap (DPT) membeludak pada hari pemungutan suara hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Bawaslu bahkan sempat mengungkapkan ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seharusnya dikirim untuk pemilih melalui pos.