"Somasi kedua ini intinya kami menggarisbawahi, apakah presiden masih punya itikad dan juga masih punya etika dalam melangsungkan etika kepemimpinan dan juga etika moral bangsa dan bernegara?" kata Dimas.
Sementara itu melalui siaran pers, ada hal baru yang turut disorot Koalisi Masyarakat Sipil dalam somasi kedua terhadap Jokowi. Hal yang disorot tersebut ialah pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat kepada Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.
![Presiden Joko Widodo (kiri) menyematkan pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI dan Polri Tahun 2024 di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (28/2/2024). [ANTARA FOTO/Bayu Pratama S].](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/02/28/82824-jokowi-prabowo-pangkat-jenderal-tni-kehormatan.jpg)
Koalisi Masyarakat Sipil berpandangan gelar kehormatan tersebut tidak pantas diberikan kepada Prabowo. Mengingat, tulis koalisi, Prabowo memiliki rekam jejak buruk dalam karier militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.
Koalisi menilai pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu. "Hal ini kian menguatkan bahwa Jokowi merupakan Presiden yang culas dan tidak mengerti konsep etika," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dengan ini Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan somasi kepada Jokowi dilayangkan dalam tempo tujuh hari untuk Jokowi melakulan sejumlah langkah berikut:
1. Meminta maaf kepada seluruh rakyat atas keculasan dan tindakan nir-etika yang dilakukan selama proses Pemilu;
2. Menghentikan tindakan kesewenang-wenangan, menggunakan kekuasaan, menghalalkan segala cara untuk mengakselerasikan kepentingan politik Presiden beserta keluarga dan kelompoknya;
3. Memberikan sanksi yang tegas kepada seluruh bawahannya yang terlibat dalam berbagai kecurangan dan ketidaknetralan seperti halnya Menteri, aparat TNI-Polri hingga ASN;
4. Meminta perangkat negara seperti halnya Bawaslu sebagai pengawas Pemilu untuk mengusut tuntas dan adil seluruh kecurangan yang terjadi sera disampaikan kepada publik;
5. Melakukan pemberhentian kepada Ketua KPU Republik Indonesia karena terbukti telah terindikasi melanggar kode etik dalam pelaksanaan fungi dan tugas yang mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penyelenggara Pemilu.