Suara.com - Koalisi Masyarakat Sipil kembali melayangkan somasi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk yang kedua kali, setelah somasi pertama pada 9 Februari tidak digubris.
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Anti Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya, mengatakan, pihaknya mewakili sejumlah masyarakat sipil yang terdiri dari 48 organisasi dan juga 11 individu yang melayangkan somasi kedua tersebut.
Baca Juga:
Digoda 16 Persen, Ganjar Beri Jawabannya Tak Terduga
Terungkap Maksud Kunjungan Gibran ke Inggris, Gerak Cepat 'Mas Wapres' untuk Program Hilirisasi?
Selepas Ditinggal Ganjar, Bursa Cagub Jateng Mulai Ramai Diisi Tokoh Muda, Siapa Saja?
Dimas mewakili mereka mengirimkan somasi melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Sebelumnya, somasi pertama sudah lebih dulu dikirimkan ke Setneg pada 9 Februari 2024.
"Karena kami menilai bahwa tidak ada itikad langkah-langkah korektif yang diambil oleh presiden dalam hal memitigasi dan juga mencegah terjadinya kecurangan Pemilu yang kami dalilkan dalam somasi pertama, maka hari ini tanggal 7 Maret 2024 kami melayangkan somasi kedua," kata Dimas di Kemensetneg, Jakarta, Kamis (7/3/2024).
Melalui somasi kedua, Koalisi Masyarakat Sipil menanti kembali itikad baik Jokowi.
"Somasi kedua ini intinya kami menggarisbawahi, apakah presiden masih punya itikad dan juga masih punya etika dalam melangsungkan etika kepemimpinan dan juga etika moral bangsa dan bernegara?" kata Dimas.
Sementara itu melalui siaran pers, ada hal baru yang turut disorot Koalisi Masyarakat Sipil dalam somasi kedua terhadap Jokowi. Hal yang disorot tersebut ialah pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat kepada Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto.
Koalisi Masyarakat Sipil berpandangan gelar kehormatan tersebut tidak pantas diberikan kepada Prabowo. Mengingat, tulis koalisi, Prabowo memiliki rekam jejak buruk dalam karier militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.
Koalisi menilai pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu. "Hal ini kian menguatkan bahwa Jokowi merupakan Presiden yang culas dan tidak mengerti konsep etika," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dengan ini Koalisi Masyarakat Sipil menegaskan somasi kepada Jokowi dilayangkan dalam tempo tujuh hari untuk Jokowi melakulan sejumlah langkah berikut:
1. Meminta maaf kepada seluruh rakyat atas keculasan dan tindakan nir-etika yang dilakukan selama proses Pemilu;
2. Menghentikan tindakan kesewenang-wenangan, menggunakan kekuasaan, menghalalkan segala cara untuk mengakselerasikan kepentingan politik Presiden beserta keluarga dan kelompoknya;
3. Memberikan sanksi yang tegas kepada seluruh bawahannya yang terlibat dalam berbagai kecurangan dan ketidaknetralan seperti halnya Menteri, aparat TNI-Polri hingga ASN;
4. Meminta perangkat negara seperti halnya Bawaslu sebagai pengawas Pemilu untuk mengusut tuntas dan adil seluruh kecurangan yang terjadi sera disampaikan kepada publik;
5. Melakukan pemberhentian kepada Ketua KPU Republik Indonesia karena terbukti telah terindikasi melanggar kode etik dalam pelaksanaan fungi dan tugas yang mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penyelenggara Pemilu.
"Bahwa apabila presiden tidak mengindahkan surat somasi ini, maka kami siap untuk mengambil langkah hukum baik lewat mekanisme administratif, perdata tau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Somasi Pertama
Koordinator Komisi Orang Hilang dan Anti Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya Saputra bersama dengan lembaga-lembaga lain yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil menyampaikan somasi kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Dimas mengatakan, masyarakat koalisi masyarakat sipil sejauh ini telah melakukan analisis mendalam tentang kondisi Indonesia dari berbagai aspek.
Maka itu, menurutnya tidak ada alasan bagi mereka untuk memberikan somasi kepada Presiden Joko Widodo.
"Tidak ada alasan lain untuk tidak menggugat atau tidak menegur presiden (Jokowi) dengan koridor hukum," ujar Dimas saat konferensi pers penyampaian somasi di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (9/2/2024).
Koalisi masyarakat sipil meminta Jokowi untuk meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas beberapa tindakannya yang mereka nilai tidak beretika.
"Meminta maaf kepada seluruh rakyat atas keculasan dan tindakan niretika yang dilakukan," ujarnya.
Mereka juga meminta agar Jokowi bersikap netral dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Jokowi juga diminta untuk mencabut segala pernyataannya mengenai presiden boleh berkampanye dan cawe-cawe.
"Mencabut pernyataan cawe-cawe, presiden boleh berkampanye dan memihak, serta berjanji untuk bertindak netral dalam gelaran pemilihan umum," jelasnya.
Banyak menteri yang terlibat atau bahkan berkontestasi dalam Pemilu diminta mereka agar Jokowi menertibkan hal tersebut. Mereka berharap agar Jokowi dapat memberikan peringatan kepada para menterinya untuk patuh dan beretika.
"Menertibkan para pembantunya khususnya menteri-menteri untuk patuh pada aturan dan etika bernegara," tegasnya
Beberapa waktu lalu, Jokowi juga rajin membagikan bantuan sosial kepada masyarakat. Untuk itu, koalisi masyarakat sipil dengan tegas melarang Jokowi membagikan bansos jelang Pilpres 2024.
Tak hanya menjelang pelaksanaan Pilpres 14 Februari nanti. Mereka juga meminta Jokowi agar tidak membagikan bansos dengan motif politik apabila pilpres terjadi dua kali putaran.
"Menghentikan pembagian bansos dengan motif politik menjelang hari pencoblosan 14 Februari 2024 dan menjelang putaran kedua Pemilihan Presiden - Wakil Presiden," katanya.
Koalisi masyarakat sipil terdiri dari 33 organisasi lembaga dan 5 individu yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi, lingkungan, antikorupsi, perburuhan, kebudayaan dan beberapa sektor lainnya.