Suara.com - Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tapos, Jaelani membantah adanya surat ketidaksanggupan pihaknya dalam melaksanakan rekapitulasi suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan karena mengalami intimidasi. Surat itu memang diakui dibuat, namun tidak dikirimkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Surat itu awalnya memang kita bikin, tapi kita tidak layangkan," ujar Jaelani saat ditemui Suara.com di Kantor Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat pada Kamis (7/3/2024).
Jaelani bahkan mengaku tidak tahu siapa yang menyebarkan surat itu. Padahal ia mengaku tidak mengirimkan surat itu kepada pihak manapun.
"Jadi kita juga tidak tahu, karena kan surat itu memang setelah kita buat kita taro di basecamp kita. Nah ternyata kita tidak tau ada yang memfoto dan disebarkan tanpa sepengetahuan kami, dan itu memang tidak kita lanjutkan dan tidak dilayangkan ke KPU," katanya.

Jaelani mengatakan saat ini proses rekapitulasi masih berlanjut di tingkat kecamatan. Meski sebelumnya dikabarkan tidak kondusif, namun Jaelani mengaku saat ini situasi telah kembali normal.
"Karena memang semuanya bisa kondusif kembali dan sampai saat ini masih kita lanjutkan rekapitulasi di tingkat kecamatan," ujarnya.
Saat ditanya mengenai isu intimidasi yang didapatkan anggota PPK Tapos, Jaelani meluruskan mengenai diksi 'intimidasi' itu.
"Itu karena anggota kami lelah dan ketika bahasa itu muncul seolah-olah menjadi kekhawatiran buat kita anggota dan rekan PPK," ujarnya.
Anggota PPK Tapos merasa tertekan dari KPU untuk menyegerakan rapat pleno perolehan suara tingkat kecamatan. Sedangkan mereka merasa tidak bisa cepat karena proses adaptasi penggunaan aplikasi sirekap yang masih terbilang baru.
Baca Juga: Mitigasi Potensi Sengketa Pemilu, MK Ngaku Siap Hadapi PHPU
"Akhirnya bahasa itu muncul intimidasi karena memang hawa lelah dan capek, sehingga itu seolah-olah menjadi tekanan bagi anggota kami," ujarnya.