Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut komunikasi bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Malaysia sudah terjalin untuk penyelenggaraan pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur.
Lantaran itu, Anggota KPU Idham Holik meyakini PSU di Kuala Lumpur akan berjalan baik sesuai jadwal yang sudah ditentukan.
"Berkat dukungan Pemerintah Republik Indonesia insya Allah proses pelaksanaan PSU di Kuala Lumpur dapat berjalan sesuai jadwal," kata Idham saat dikonfirmasi, Selasa (5/3/2024).
Pada Senin malam, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengaku meminta bantuan Presiden Joko Widodo untuk menyelenggarakan PSU di Kuala Lumpur, Malaysia.
Baca Juga: Tuduhan dan Kronologi Pelanggaran 7 PPLN Kuala Lumpur Malaysia
Permintaan tersebut disampaikan Hasyim, karena Pemerintah Malaysia memiliki kebijakan khusus terkait kegiatan politik negara lain yang digelar di negaranya.
Menurut Hasyim, Pemerintah Malaysia memiliki aturan bahwa permohonan izin untuk kegiatan seperti politik negara lain harus dilayangkan sejak 3 bulan lalu, jika kegiatan dilaksanakan di premis negara yang bersangkutan, dalam hal ini seperti kawasan Wisma Indonesia, KBRI, dan KJRI.
Bila kegiatan politik digelar di luar premis tersebut, lanjut Hasyim, maka izinnya harus sudah dikirim 6 bulan sebelumnya ke otoritas Malaysia.
"Oleh karena itu, karena waktunya mepet, kami sudah melaporkan ke presiden," ujar Hasyim kepada wartawan, Senin (4/3/2024).
Dia menegaskan, kebijakan semacam itu tidak pernah dialami KPU selama menggelar pemungutan suara selama ini. Untuk itu, Hasyim mengakui pihaknya memerlukan bantuan dari Jokowi.
Baca Juga: Persiapan Jelang PSU di Kuala Lumpur, Ini Langkah yang Dilakukan KPU RI
"Kami mohon bantuan fasilitasi supaya ada pembicaraan, katakanlah pada tingkat tinggi antara Presiden (RI) dengan Perdana Menteri Malaysia untuk meminta bantuan fasilitasi sehingga bisa digelar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur," ungkap Hasyim.
Sekadar informasi, KPU dan Bawaslu telah bersepakat untuk tidak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur. Sebab, daftar pemilihnya akan dilakukan pemutakhiran ulang.
PSU tersebut rencananya akan dilakukan dengan metode kotak suara keliling (KSK) pada 9 Maret 2024 dan metode pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS)pada 10 Maret 2024.
Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dilakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur dari total sekitar 490 ribu orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.
Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif sebanyak 18 orang.
Akibatnya, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) atau pemilih yang tak masuk dalam daftar pemiluh tetap (DPT) membeludak pada hari pemungutan suara hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.
Bawaslu bahkan sempat mengungkapkan ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seharusnya dikirim untuk pemilih melalui pos.