Suara.com - Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) untuk Pemilu 2024 kini tengah menjadi sorotan khususnya di kalangan pengguna media sosial.
Bagaimana tidak, suara PSI yang awalnya hanya di kisaran 2 persen, kini meroket hingga tembus 3 persen.
Baca Juga:
Siti Atikoh Ungkap Omongan Ganjar soal Urusan Ranjang yang Membuatnya Makin Cinta
Baca Juga: KPU Pastikan Penetapan Tersangka 7 PPLN Tak Hambat Pemutakhiran Data untuk PSU di Kuala Lumpur
Si Mamah Kelinci Berwajah Glowing seperti Pakai Skincare, Dedi Mulyadi: Cinta Butuh Biaya
Calon Mantu Alumnus di Prancis, Susi Pudjiastuti Sampai Dipaksa Anies untuk Kejar Paket C
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi sempat membahas fenomena tersebut melalui akun media sosial X milik pribadi.
"PKB naik turun suaranya smooth sejak awal. Demikian juga dengan partai-partai lain. Sementara perolehan suara PSI “meledak” hanya dalam beberapa hari terakhir saja. Biasanya kalau data masuk di Sirekap sudah besar dan proporsional, suara partai-partai tidak akan sedinamis ini," katanya melalui akun X @BurhanMuhtadi dikutip Sabtu (2/3/2024).
Pegiat lini massa, Denny Siregar juga ikut mengomentari soal melejitnya suara PSI.
Baca Juga: Persaingan PDIP di Dapil Neraka Jakarta: Suara Once Mekel Tackel Eriko hingga Masinton
Ia tampak kebingungan melihat PSI yang bisa meraup banyak suara dalam waktu singkat.
Pada kesempatan yang sama, ia juga sempat melemparkan sindiran karena suara PSI yang melonjak naik.
"Ini @psi_id pakai mesin apa ya? Dalam sehari bisa ngebut gila-gilaan dari 2,6 persen sekarang udah 3,2 persen aja..," tuturnya melalui akun @Dennysiregar7.
"Ayo ngebuttt... mumpung masih ada bapak..," sindir Denny.
Denny tidak menjelaskan akan sosok bapak yang dimaksud. Hanya saja, publik sudah mengetahui bahwa PSI dipimpin oleh Kaesang Pangarep yang merupakan anak bungsu Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Sementara itu, politisi PSI, Dedek Prayudi memberikan penjelasan mengapa suara yang diperolehnya bisa tiba-tiba melonjak tajam.
Menurut Dedek, lonjakan dalam perolehan suara itu merupakan hal wajar.
Sebab, data yang selama ini diributkan itu bersifat real count.
Karena real count, menurutnya, data yang masuk tidak perlu proporsional.
"Ada dapil yang sudah terhitung sampai 73 persen, ada yang baru 21 persen dan presentase data masuknya gak ngikutin pembobotan jumlah penduduk. Lonjakan dalam satu waktu menjadi wajar," tuturnya melalui akun X @Uki23.