Suara.com - Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2024 kini tengah menjadi sorotan. Sebabnya, suara yang diperolehnya mendadak melonjak tajam.
Kalau dilihat dari data pemilu2024.kpu.go.id per Sabtu (2/3/2024), PSI memperoleh 2.399.469 suara atau 3,13 persen.
Baca Juga:
Siti Atikoh Ungkap Omongan Ganjar soal Urusan Ranjang yang Membuatnya Makin Cinta
Baca Juga: Wacana Hak Angket dan Gugatan ke MK Disebut Cuma Gertakan, Ini Kata Mahfud MD
Si Mamah Kelinci Berwajah Glowing seperti Pakai Skincare, Dedi Mulyadi: Cinta Butuh Biaya
Calon Mantu Alumnus di Prancis, Susi Pudjiastuti Sampai Dipaksa Anies untuk Kejar Paket C
Padahal dalam beberapa hari sebelumnya, suara PSI masih bertahan di kisaran 2 persen saja.
Seorang pengguna akun media sosial X sempat membahas suara PSI yang tiba-tiba melonjak tajam hanya dalam waktu dua jam saja.
Akun @MSMujab22 memperlihatkan perolehan suara PSI dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU.
Baca Juga: Pandangan Mahfud MD soal Hak Angket: Jangan Terlalu Bergembira Tapi Jangan Pesimis Juga
Pada pukul 17.00 WIB, PSI mendapatkan 2.331.716 suara atau sekitar 3,05 persen.
Kemudian, suara PSI mencapai 2.351.307 atau menjadi 3,07 persen.
“2 Jam nambah 19k suara hanya dari 110 TPS,” kata pemilik akun.
Waspadai Penggelembungan Suara
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menyoroti soal melejitnya perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia atau PSI dalam hasil real count KPU sementara Pemilu 2024.
Berdasarkan data terakhir Jumat malam (1/3/24) pada pukul 22.00 WIB, suara PSI tembus 3,09 persen atau 2.363.960 suara.
Jamiluddin menilai, melejitnya suara PSI sangat mengejutkan.
"Kenaikan itu mengejutkan karena hasil quick count dari semua lembaga survei menempatkan suara PSI kurang dari 3 persen. Karena itu, semua lembaga memprediksi PSI tidak masuk Senayan," kata Jamiluddin kepada wartawan, Sabtu (2/3/2024).
Kenaikan itu, kata dia, juga dipertanyakan karena terjadi hanya dalam dua jam suara PSI bertambah 19,5 ribu dari 110 TPS. Hal ini dikhawatirkan terjadi penggelembungan suara yang memang diberitakan muncul di banyak tempat.
"Selain itu, rumor adanya operasi senyap yang akan meloloskan partai politik tertentu ke Senayan juga patut diantisipasi. Setidaknya kenaikan signifikan itu harus ditelusuri apakah terkait dengan adanya operasi senyap tersebut," tuturnya.
Untuk itu, ia mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bertindak mendeteksi soal dugaan tersebut.
"Sebab, kalau ada operasi senyap, hal itu sangat mencederai demokrasi. Mereka sudah menghianati suara rakyat dengan mengalihkan ke partai yang tidak berhak," ujarnya.
"Jadi, kalau KPU dan Bawaslu tidak dapat menjelaskan dan mengatasi hal itu, maka wajar kalau anak bangsa akan mempertanyakan legitimasi hasil Pileg dan Pilpres. Karena itu, KPU dan Bawaslu sebaiknya dibubarkan saja," sambungnya.