Suara.com - Koordinator Komite Pemilih Indonesia Jeirry Sumampow menyebut, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas parlemen tidak tuntas. Sebab, dia menilai putusan 116/PUU-XXI/2023 itu tidak memberikan kepastian soal angka ambang batas parlemen yang seharusnya.
“Sayangnya pencabutan ambang batas itu tidak disertai dengan ketegasan tentang berapa angka ambang batas yang pas. Inilah kelemahan putusan MK ini. Tidak tuntas jadinya,” kata Jeirry dalam keterangannya, Jumat (1/3/2024).
Baca Juga:
Sisi Tak Terungkap Prabowo Saat di Kopassus Dibongkar Mantan Gubernur Jakarta
Baca Juga: Harta Hary Tanoe Ikutan Tumbang Usai Gagal Total Dirikan Keluarga 'Dinasti' Caleg
Langka! Pertama Dalam Sejarah: Penyidik KPK Geledah Kantor Sendiri
Lebih lanjut, dia juga menyayangkan putusan MK tersebut karena memberikan kewenangan terhadap DPR untuk mengatur perubahan UU soal ambang batas parlemen nanti.
“Mestinya MK mencabut saja dan menegaskan bahwa ambang batas parlemen itu tidak perlu lagi,” ujar dia.
Jeirry menilai, DPR bisa saja menentukan ambang batas parlemen dibuat tetap ada atau menaruh angka 3,5 persen. Hal itu, baginya tetap akan menghalangi kedaulatan rakyat.
Baca Juga: Harta Kekayaan 9 Ketum Partai yang Lolos Parlemen di Pemilu 2024
Untuk itu, dia mengusulkan agar ambang batas parlemen tingkat pusat ditiadakan dan penyederhanaan partai politik bisa dilakukan sejak proses pendaftaran peserta pemilu.
“Menurut saya, sebaiknya ambang batas parlemen pusat ditiadakan saja. Dan soal penyederhanaan partai di parlemen yang sejak lama jadi agenda, cukup dilakukan lewat pengetatan seleksi partai politik yang ikut pemilu. Sehingga jika partai sudah lolos sebagai peserta pemilu, maka sudah dianggap layak untuk masuk parlemen,” tutur Jeirry.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) empat persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
MK pada putusannya menyatakan ambang batas parlemen empat persen wajib diubah sebelum Pemilu 2029.
Meski begitu, MK menyatakan norma pasal 414 ayat (1) atau ambang batas parlemen empat persen tetap konstitusional untuk Pemilu DPR tahun 2024.
"Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan," kata Ketua Majelis Hakim MK Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Pada kesempatan yang sama, Hakim Konstitusi Saldi Isra juga menegaskan bahwa MK menyerahkan tentang perubahan ambang batas parlemen diserahkan kepada pembentuk UU atau DPR RI.
Namun, perubahan itu harus memperhatikan lima poin yaitu desain untuk digunakan secara berkelanjutan
Selain itu, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen harus tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.
Poin lainnya ialah perubahan aturan harus ditempatkan dalam rangka untuk mewujudkan penyederhanaan parpol.
Saldi Isra juga menegaskan perubahan harus telah selesai sebelum dimulai tahapan penyelenggaran Pemilu 2029.
"Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaraan Pemilihan Umum dengan menerapkan sistem partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan parpol peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR," tandas Saldi.