Suara.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut penghitungan suara berjenjang dilakukan secara terbuka untuk mengantisipasi adanya manipulasi hasil pemilu, mulai dari penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS).
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) dilakukan dengan membacakan satu per satu formulir C hasil dari kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di TPS.
"Dokumen tersebut ditulis oleh KPPS pasca Ketua KPPS menyebutkan perolehan suara sah peserta pemilu yang disaksikan oleh para saksi dan pengawas TPS serta dipantau oleh pemantau terdaftar dan masyarakat juga secara langsung dapat menyaksiskannya,” kata Idham kepada wartawan, Kamis (29/22024).
Bila ada data yang tidak akurat di tingkat kecamatan, Idham menyebut hasil rekapitulasi suara bisa dikoreksi di depan para saksi dan pengawas pemilu kecamatan (Panwascam).
Baca Juga: Hari Kedua Sidang Pleno, KPU Rekapitulasi Suara dengan Dua Panel
"Siapapun pihak yang melakukan electoral fraud atau electoral manipulation, maka bisa dikenakan sanksi pidana yang terdapat dalam Pasal 505 dalam UU Pemilu," ujarnya.
Untuk itu, dia menegaskan perlunya masyarakat dalam mengawal rekapitulasi suara untuk memastikan tidak adany electoral fraud atau manipulasi hasil pemilu.
"Oleh karena itu, marilah kepada masyarakat agar mengikuti kegiatan rekapitulasi secara berjenjang yang disiarkan secara langsung lewat teknologi Livestreaming seperti YouTube," katanya.
Pada kesempatan yang lain, Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramita menyebut jual beli suara berpotensi terjadi di penghitungan suara tingkat kecamatan.
Sebab, panitia pemilihan kecamatan (PPK) melakukan rekapitulasi dari semua data dari tempat pemungutan suara (TPS) yang menghasilkan data pada formulir D hasil.
Baca Juga: PDIP Sampaikan Keberatan atas Sidang Pleno Rekapitulasi Suara Dua Panel, Sampai Ungkit PKPU
"Belum lagi inputan itu hanya berdasarkan salinan hasil saja yang dibacakan dengan saksi yang mungkin berbeda dan tidak mengetahui kejadian khusus di TPS," kata perempuan yang akrab disapa Mita itu kepada Suara.com, Kamis (29/2/2024).
Menurut dia, hingga saat ini sudah ada laporan dari calon anggota legislatif perihal dugaan penggelembungan suara di tingkat kecamatan.
"Itu membuktikan jual beli suara sangat rawan pada proses ini," ujar dia.
Meski begitu, Mita tidak menutup kemungkinan jual beli suara sudah terjadi di tingkat TPS dengan mengkondisikan panitia penuelenggara pemungutan suara (KPPS), petugas pengawas TPS, dan saksi-saksi.
"Saat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara ketika KPPS, saksi dan pengawas TPS sudah dikondisikan oleh pihak yang melakukan praktek tersebut untuk mengambil suara dari perolehan peserta yang tidak ada saksinya, internal partai sendiri melalui pengkondisian partainya, dan kondisi-kondisi lainnya yang memungkinkan hal tersebut dilakukan seperti menggunakan surat suara sisa atau tidak terpakai dan lainnya," tutur Mita.
"Jual beli suara biasanya berpotensi pada mereka antar kontestan yang selisih perolehan suaranya sedikit atau mereka yang sudah tau akan kalah memberikan suaranya pada mereka yang berpotensi menang dengan pengkondisian saat proses rekapitulasi," tandas dia.
Sebelumnya, viral sebuah thread di media sosial X yang mengungkapkan adanya dugaan praktik culas transfer suara di Pemilu 2024 demi meloloskan partai tertentu ke DPR RI atau Senayan.
Thread tersebut diunggah oleh akun bernama @DalamIstana dengan judul "OPERASI CULAS, HIJAU & MERAH TRANSFER SUARA".
"OPERASI CULAS, HIJAU & MERAH TRANSFER SUARA Banteng buka suara soal permainan selamatkan Mawar agar lolos ke Senayan. Beberapa hari ke belakang hingga ke depan ada operasi transfer suara," tulis unggahan awal @DalamIstana dilihat Suara.com, Rabu (28/2/2024).
Menurutnya, operasi transfer suara itu melibatkan partai-partai medioker yang terancam suaranya tak lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen. Ia menuturkan, sudah ada petinggi parpol medioker berinisial HT setuju mentransfer suaranya ke partai berlambang Mawar.
"Parpol medioker yang sudah pasti gak lolos dibeli suaranya dan HT merupakan salah satu pentolan parpol yang udah deal suaranya dialihkan ke Mawar," ungkapnya.
Adanya hal tersebut, kata pemilik akun itu sudah tidak heran bila partai berlambang mawar tak percaya dengan hasil quick count Pemilu 2024.
"Jadi nggak heran, pentolan Mawar dengan sengak, bilang gak percaya hasil quick count setelah 2 minggu Pemilu Kelurahan. Lagian sebelumnya gue udah kasih tahu sebelum pemilu, ada target meloloskan 24 kursi Mawar. Cek postingan gua 9 November 2023 lalu," tuturnya.
Kendati begitu, kata dia, meski partai berlambang Banteng kekinian bersuara mengenai adanya operasi transfer suara ke partai Mawar. Hal itu seperti menepuk air di dulang.
Menurutnya, partai Banteng juga pernah melakukan hal yang sama untuk menyelematkan partai berwarna Hijau lolos ke parlemen pada Pemilu sebelumnya.
"Tapi aksi buka suara Banteng ini ibarat menepuk air di dulang. Pasalnya lewat proxy Om Kumis kesayangan Mak Banteng, Banteng juga melakukan hal yang sama ke Partai Hijau," katanya.
"Transfer suara itu untuk selamatkan Partai Hijau yang sudah digaransi Banteng seperti halnya Pemilu Kelurahan 2019 lalu," sambungnya.
"Suara-suara Banteng yang tidak mencukupi target kursi, ditransfer ke Partai Hijau. Posisi si Hijau penting bagi Banteng, apalagi ke depan ada Pilkades. Penting bagi Banteng untuk memiliki backup dan mencitrakan diri dekat dengan kelompok sarungan," tulis lagi akun tersebut.
Terakhir, akun tersebut, mengatakan, adanya operasi transfer suara ini harus dilawan. Menurutnya, rekapitulasi Pemilu 2024 harus dikawal.
"Perilaku transaksional secara horizontal (sesama parpol) maupun secara vertikal (antara parpol dengan Komisi Pemilihan Kelurahan) harus dilawan. Pemilu harus tetap dikawal. Bagaimanapun penyelewengan suara rakyat adalah tindakan yang jauh dari nilai demokrasi," katanya.