KPU Ungkap Kejanggalan Pemungutan Suara Metode Pos di Kuala Lumpur

Selasa, 27 Februari 2024 | 18:52 WIB
KPU Ungkap Kejanggalan Pemungutan Suara Metode Pos di Kuala Lumpur
Ketua KPU Hasyim Asy'ari. [Suara.com/Dea]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengungkapkan kejanggalan pemungutan suara dengan metode pos yang dilaksanakan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Kejanggalan ini menyebabkan langkah KPU untuk melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa metode pos di Kuala Lumpur. PSU hanya akan menggunakan metode pencoblosan di tempat pemungutan suara atau TPS dan kotak suara keliling (KSK).

Hasyim menjelaskan kejanggalan yang terjadi di dua tempat di Puchong, Selangor yang merupakan wilayah kerja Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur.

Menurut Hasyim, kantor pos di wilayah tersebut menerima kiriman karung berisi surat suara yang seharusnya dari pemilih.

Baca Juga: KPU: PSU Di Kuala Lumpur Masuk Kategori Luar Biasa!

"Pertanyaannya, kok bisa ada orang bawa karung tulisannya pos Malaysia, isinya surat suara pos, diantarkan ke situ?" kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024).

Padahal, lanjut dia, surat suara itu telah dikirim oleh kantor pos ke alamat masing-masing pemilih yang tertera di amplopnya.

Seharusnya, pemilih langsung mencoblos surat suara itu dan mengirimnya balik melalui pos sehingga, kantor pos semestinya menerima surat suara itu satu per satu.

"Oleh Kantor Pos Puchong lalu ditahan dan diinformasikan kepada PPLN, jadi tidak bisa diakses," ujar Hasyim.

Kejanggalan lain yanh diungkap Hasyim ialah peristiwa seseorang memakai seragam pos Malaysia, mengantar karung pos Malaysia yang juga berisi surat suara.

Baca Juga: Klaim Telah Koreksi Data Anomali Pilpres 2024 Pada 154.541 TPS, Ini Penjelasan Ketua KPU

"Sebagian itu sudah dicoblos, sebagian masih utuh. Artinya, masih dalam amplop yang alamatnya masih alamat nama pemilih dan alamat pemilih itu. Ini kan keanehan-keanehan dan anomali, kenapa surat suara dalam karung pos Malaysia bisa di luar dan dipegang di dalam penguasaan pihak yang tidak berwenang?" tutur Hasyim.

Dia menilai kedua peristiwa ini menunjukkan kejanggalan dalam distribusi surat suara pos di sana. Sebab, jika alamat pemilih tidak jelas, seharusnya surat suara pos itu berstatus "return to sender" ketika dikirim.

Untuk itu, Hasyim mengakui metode pos dalam pemilu di Kuala Lumpur memang bermasalah. Terlebih, hal serupa juga pernah terjadi pada Pemilu 2019.

Sekadar informasi, KPU dan Bawaslu telah bersepakat untuk tidak menghitung suara pemilih pos dan KSK di Kuala Lumpur. Sebab, daftar pemilihnya akan dilakukan pemutakhiran ulang.

Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dilakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh PPLN Kuala Lumpur dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri.

Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif sebanyak 18 orang.

Akibatnya, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) atau pemilih yang tak masuk dalam daftar pemiluh tetap (DPT) membeludak pada hari pemungutan suara hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.

Bawaslu bahkan sempat mengungkapkan ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seharusnya dikirim untuk pemilih melalui pos.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI