Suara.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari mengatakan pihaknya berencana meniadakan metode pos dalam pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia.
Hasyim menilai pemungutan suara via pos dan Kotak Suara Keliling (KSK) sebelumnya tak dihitung sebagaimana rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena dinilai ada permasalahan serius pendataan pemilih.
"Kami mempertimbangkan untuk tidak menggunakan metode pos untuk pemungutan suara ulang, karena informasi di lapangan, ini (pemilu via pos) yang sering jadi problem," kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024).
Menurun dia, kemungkinan besar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur akan menggunakan tempat pemungutan suara (TPS) dan KSK. Dia menyebut metode KSK ini tetap dipertahankan untuk menjangkau memilih yang lokasinya berjauhan dengan TPS.
Lebih lanjut, Hasyim mengakui bahwa pemungutan suara melalui pos memang bermasalah, khususnya di Kuala Lumpur.
Pasalnya, pada Pemilu 2019, berbagai masalah besar juga terjadi di Kuala Lumpur berkaitan dengan surat suara tercoblos yang didistribusikan via pos.
Pada Pemilu 2024, Bawaslu menemukan dugaan bahwa terdapat pihak ilegal yang menguasai ribuan surat suara sekaligus yang seharusnya didistribusikan kepada pemilih melalui pos.
Menurut Bawaslu, hanya 12 persen orang Indonesia dari Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) Kementerian Luar Negeri yang menjadi sasaran pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran daftar pemilih.
"Terdapat 18 pantarlih (panitia pemutakhiran daftar pemilih) fiktif yang tidak pernah berada di Kuala Lumpur," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, Rabu (14/2/2024).
Baca Juga: Kominfo Tegaskan Polemik Sirekap KPU Cuma Kesalahan Teknis: Bukan Terstruktur, Sistematis, dan Masif
"Kemudian, (ada) pergeseran 50.000 pemilih TPS menjadi (pemilih via) KSK, tanpa didahului analisis detail daya pemilihnya," lanjut Bagja.
Dia juga mengungkapkan terjadinya lonjakan pemilih dengan metode pos meskipun proses coklit hanya dilakukan terhadap 12 persen dari DP4.