Suara.com - Komisi Pemilihan Umum RI menanggapi temuan Komnas HAM terkait ribuan warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana dan masyarakat adat yang kehilangan hak pilih karena tidak memiliki KTP elektronik.
Anggota KPU Idham Holik menjelaskan bahwa berkaitan dengan pemutakhiran data pemilih berdasarkan kepemilikan KTP-El di luar kewenangan KPU.
"Administasi kependudukan yang mengelola dan menerbitkan itu adalah lembaga di luar KPU dan sebagaimana undang-undang kependudukan itu adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)," kata Idham di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (22/2/2024).
"Dalam proses pemutakhiran data pemilih, KPU telah maksimal dan berkoordinasi dan ini kembali lagi kepada lembaga yang memiliki kewajiban menerbitkan KTP Elektronik," tambah dia.
Baca Juga: Temuan Komnas HAM: Nakes hingga Pekerja IKN Kehilangan Hak Memilih pada Pemilu 2024
Sebelumnya, Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi mengungkapkan ribuan WBP kehilangan hak pilih karena tidak terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih tambahan (DPTb).
"Sebanyak 1.804 WBP di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Medan tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak memiliki e-KTP," kata Pramono, Rabu (21/2).
"Di Rutan Kelas IIB Kabupaten Poso sebanyak 205 WBP yang masuk dalam DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara," tambah dia.
Kemudian, Komnas HAM juga menemukan 101 WBP yang terdaftar sebagai DPTb tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena kekurangan surat suara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Manado.
Hal serupa juga terjadi pada masyarakat adat dan terpencil. Sebab, ada 600 orang masyarakat Adat Baduy Luar belum memiliki eKTP sehingga tidak terdaftar sebagai pemilih.
"Selain itu, kekhususan wilayah masyarakat adat juga menjadi tantangan yang belum mampu diatasi oleh Penyelenggara Pemilu bagi pemenuhan hak pilih kelompok masyarakat adat," tutur Pramono.
"Ratusan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di berbagai pantai sosial tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar sebagai DPTb di lokasi panti sosial. Minimnya sosialisasi Penyelenggara Pemilu kepada pengurus panti-panti sosial menyebabkan banyak PMKS dan WBS yang tidak dapat menggunakan hak pilih," tandas dia.