Suara.com - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, memberikan sejumlah catatan perihal Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI.
Menurut Wakil Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ini, meskipun data yang ada di Sirekap KPU bukan data yang akan dijadikan dasar penetapan hasil, namun masyarakat tentu sangat berharap agar hasil yang ditampilkan sesuai dengan yang ada di rekap manual.
"Dengan begitu, masyarakat bisa juga ikut memantau dan mengawasi perolehan masing-masing caleg yang mereka dukung. Justru, kita membutuhkan penggunaan IT dan digitalisasi penghitungan suara untuk urusan semacam ini," kata Saleh dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).
Adapun beberapa catatan terkait khusus Pemilihan Legislatif yang dirasa perlu dijelaskan, di antaranya, pertama terdapat perbedaan jumlah perolehan suara di sistem hasil hitung di web KPU pada kolom Pileg DPR RI dan Pileg DPRD Provinsi.
Baca Juga: Jawab Keraguan Publik, KPU Pastikan Server Sirekap di Indonesia dan Jamin Keamanan Data
Saleh mengatakan formula perhitungan yang seharusnya adalah jumlah suara sah seluruh caleg dalam satu partai ditambah dengan jumlah suara sah partai menjadi total perolehan suara sah suatu partai.
"Namun, pada web KPU total perolehan suara suatu partai berbeda dengan yang seharusnya tersebut," kata Saleh.
Kedua, formula hitung pada kolom Pileg DPRD kabupaten/kota tidak mengalami kesalahan, sudah seperti yang seharusnya tersebut.
Ketiga, disampaikan Saleh, kesalahan perhitungan juga semakin menunjukkan keanehan ketika persentase jumlah data yang masuk meningkat, tetapi perolehan suara caleg menjadi berkurang drastis.
"Ini mungkin perlu penjelasan khusus agar semua memiliki pemahaman yang sama," kata Saleh.
Keempat, perbedaan juga terjadi ketika jumlah suara dari rekap C1 di kolom wilayah terdapat perbedaan jumlah dengan di kolom rekap, di kolom dapil.
Kelima, yang juga menjadi catatan Saleh adalah total perolehan suara-suara partai yang tidak lolos parliamentary threshold (PT) ditampilkan sangat sedikit dibandingkan dengan jika dijumlahkan suara riil caleg dan partainya.
"Apakah ada kesalahan formula hitung yang perlu segera diperbaiki? Titik ini adalah wilayah ahli dan tim IT KPU yang berhak menjawab," kata Saleh.
Saleh berharap semua pihak tetap tenang dan sabar. Ia menegaskan hasil akhir tetap akan didasarkan pada rekap manual berjenjang. Tetapi pada sisi yang lain, KPU juga harus segera memperbaiki Sirekap yang ada.
"Anggarannya kan lumayan besar. Jadi, sangat perlu segera diperbaiki agar masyarakat bisa berpartisipasi dalam mengawal semua tahapan pemilu," kata Saleh.
Sebelumnya, Cyberity, komunitas yang fokus pada isu keamanan siber dan perlindungan data di Indonesia, merespons adanya anomali penghitungan suara dalam sistem rekapitulasi online Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sirekap dan pemilu2024.kpu.go.id.
Kejanggalan demi kejanggalan yang bermunculan itu mendorong berbagai pihak untuk mengecek satu per satu data C1 Hasil dengan data tabulasi di sistem pemilu2024.kpu.go.id.
"KPU sendiri sebelummya sudah mengklarifikasi temuan kejanggalan itu. Mereka mengakui terdapat kesalahan akibat ketidaksempurnaan pembacaan (optical character recognition/OCR) dokumen C1 yang diunggah melalui Sirekap," kata kata Ketua Cyberity Arif Kurniawan dalam rilis yang diterima Suara.com, Sabtu (17/2/2024).
KPU sendiri mengakui kesalahan tersebut terjadi di 2.325 Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Atas dasar itu, kami dari Cyberity melakukan investigasi gabungan untuk mendalami sistem keamanan web aplikasi Sirekap (sirekap-web.kpu.go.id) dan pemilu2024.kpu.go.id," katanya.
Cyberity kemudian menemukan sejumlah temuan, yakni sistem pemilu2024.kpu.go.id dan sirekap-web.kpu.go.id menggunakan layanan cloud yang lokasi servernya berada di RRC, Perancis dan Singapura.
Kemudian, Layanan cloud tersebut merupakan milik layanan penyedia internet (ISP) raksasa Alibaba.
Lantaran Posisi data dan lalu lintas email pada dua lokasi tersebut, berada dan diatur di luar negeri, tepatnya, di RRC.
"Terdapat celah kerawanan keamanan siber pada aplikasi pemilu2024.kpu.go.id. Ketidakstabilan aplikasi Sirekap, Sistem Informasi Rekapitulasi Suara dan Manajemen Relawan terjadi justru ketika pada masa krusial, masa pemilu dan beberapa hari setelahnya," katanya.
Berdasarkan temuan tersebut, Cyberity mengemukakan sejumlah rekomendasi kepada KPU berdasar temuan tersebut, yakni:
- Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) dan Undang Undang No 27/2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP), karena menyangkut sektor publik dan dihasilkan oleh APBN, dana publik dan sejenisnya, maka data penting seperti data pemilu mestinya diatur dan berada di Indonesia (Pasal 20 PP Nomor 71/2019).
- Kejanggalan-kejanggalan pada sistem IT KPU sudah terjadi sejak lama. Masalah ini terkesan dibiarkan begitu lama dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Hingga saat ini KPU belum menunjukkan niat untuk memperlihatkan kepada publik audit keamanan IT-nya.
- Untuk mendukung Pemilu 2024 jujur, transparan dan adil, kami meminta KPU memperlihatkan kepada publik perihal audit keamanan sistem dan audit perlindungan data WNI agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.