Suara.com - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD meluruskan pernyataan lamanya yang kembali diungkap dan viral di media sosial (medsos) setelah pencoblosan Pilpres 2024.
Dalam pernyataan lamanya, Mahfud pernah menyampaikan bahwa pihak yang kalah Pemilu akan memberikan tuduhan kecurangan. Awalnya, Mahfud menjelaskan bahwa pernyataan itu disampaikannya sebelum tahapan Pemilu 2024 dimulai.
"Jadi saya katakan bahwa setiap pemilu yg kalah itu akan selalu menuduh curang itu sudah saya katakan di awal 2023. Tepatnya, sebelum tahapan pemilu dimulai. Tapi jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan," kata Mahfud ditemui di Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2024).
Menurutnya, pernyataan itu tidak bisa diartikan bahwa yang melayangkan gugatan selalu kalah, lantaran memang kerap kali kecurangan itu bukan tuduhan.
Baca Juga: Sama-sama Hadir di Forum Guru Besar UI, Anies dan Mahfud Bahas Kecurangan Pilpres 2024?
"Ketika saya menjadi ketua MK. MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh, sehingga yang menang dinyatakan diskualified dan yang kalah naik," tuturnya.
Untuk itu, kata dia, kemungkinan Pemilu diulang bisa dilakukan. Ia lantas memberikan beberapa contohnya.
"Jadi, bisa pemilu ulang itu bisa. Jadi, misalnya saya sebutkan contohnya, hasil pemilukada jawa timur 2008 saat khofifah dinyatakan kalah dari Soekarwo Kita batalkan hasilnya dan diulang. Dua, hasil pilkada bengkulu selatan yang menang didiskulifikasi yang bawahnya langsung naik."
"Tiga, hasil pilkada kota Waringin barat sama dengan Bengkulu Selatan dan banyak lagi kasus di mana ada pemilihan ulang, terpisah, daerah tertentu, desa tertentu dan sebagainya," tuturnya.
Lebih lanjut, Mahfud menyebut, adanya beberapa contoh tersebut terlebih adanya putusan di 2008 telah menjadi yusprudensi Pemilu bisa diulang jika hasilnya tak legitimate.
Baca Juga: Mahfud MD: Apapun Hasil Pilpres Saya Akan Terus Berjuang untuk Demokrasi dan Keadilan!
"Jadi ini sudah menjadi yurisprudensi dan juga menjadi aturan di undang-undang, di peraturan KPU, di peraturan Bawaslu itu ada. Pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif itu."
"Jadi ini bukan hanya yurisprudensi sekali lagi, tetapi juga termasuk di dalam peraturan perundang-undangan. Dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi," ujarnya.
Ia mengemukakan, selama ini telah menangani ratusan kasus dalam pemilihan umum. Namun semua itu bergantung kepada hakim untuk memutuskan bisa diulang atau tidak.
"Saya nangani ratusan kasus banyak, ada yang diulang beberapa ini, ada yang dihitung ulang dan sebagainya. Tergantung hakimnya punya bukti atau tidak. Atau kalau sudah punya bukti menerima bukti apa berani apa tidak," katanya.