Suara.com - Ketua Kordinator Nasional Relawan Penerus Negeri selaku kelompok pendukung Prabowo-Gibran, M Pradana Indraputra, menyebut perilisan fim dokumenter Dirty Vote telah membuat gaduh di tengah masyarakat. Pradana menyebut fim arahan Dandhy Dwi Laksono itu dibuat hanya demi menyudutkan salah satu paslon, dalam hal ini 02.
Seharusnya, kata Pradana, masyarakat menyambut hari pencoblosan 14 Februari nanti dengan suka cita. Apalagi di masa tenang ini tak ada lagi upaya-upaya yang berbau politis.
"Harusnya kita, terutama saya sebagai kaum milenial menyambut pesta demokrasi lima tahunan dengan suka cita, jangan saling benci atau membuat kegaduhan," ujar Pradana kepada wartawan, Senin (12/2/2024).
Ia juga menilai semestinya kontestasi politik ini diisi dengan adu gagasan dan program, bukannya informasi yang membuat gaduh masyarakat.
Baca Juga: Film Dirty Vote Baru Bongkar Seperempat Kecurangan Pemilu, JK: Masih Ringan Dibanding Kenyataan
Pradana pun mengimbau kepada seluruh pihak dan pendukung paslon lain agar bersikap sportif dan mengedepankan pelaksanaan pemilu yang damai, jujur dan adil.
"Kita sudah memasuki masa tenang pemilu, biarkan masyarakat Indonesia yang memilih sesuai hati nuraninya. Kita harus menerapkan pemilu damai agar terciptanya kerukunan antar sesama," jelasnya.
Karena itu, ia meyakini justru kemunculan Dirty Vote akan membuat masyarakat semakin yakin memilih Pasangan Capres-Cawapres nomor urut dua, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Politik harus di jadikan ajang adu visi dan misi, bukan adu fitnah yang bisa menjatuhkan satu sama lain. Saya yakin masyarakat Indonesia sudah sangat pintar dalam memilih berita," pungkasnya.
Ungkap Kecurangan
Baca Juga: 20 'Dosa' Pemerintah yang Diungkap Secara Rapih oleh Film Dirty Vote
Sebelumnya, tiga pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari mengungkap serangkaian kecurangan Pemilu 2024 lewat sebuah karya film dokumenter berjudul Dirty Vote. Film dokumenter eksplanatori yang digarap sutradara Dandhy Dwi Laksono tersebut resmi dirilis Minggu (11/2/2024) hari ini.
Dalam film tersebut Zainal Arifin, Bivitri, dan Feri Amsari berperan menerangkan bagaimana berbagai instrumen kekuasaan digunakan untuk tujuan memenangkan Pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi. Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni diterangkannya telah dilakukan penguasa demi mempertahankan status quo.
Penjelasan ketiga ahli hukum dalam film dokumenter tersebut dilandasi atas sejumlah fakta dan data yang mereka miliki. Kemudian bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.