Suara.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan enggan menanggapi film dokumenter "Dirty Vote" tentang kecurangan Pemilu 2024. Ia mengatakan masih sibuk dan belum menonton film tersebut.
"Ya saya lagi ngurus caleg, ngurus anu, ini masa-masa penentuan kan 1-2 hari ini persiapan saksi gitu, jadi belum mengikuti perkembangan yang lain," kata Zulhas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Kendati belum menonton, Zulhas memberikan komentarnya perihal dugaan kecurangan Pemilu. Menurutnya tak mungkin bisa melakukan kecurangan di era sekarang ini, karena semua informasi bersifat terbuka.
"Zaman gini mana bisa curang? Masa zaman gini masih bisa curang itu gimana? Memang masih ada yang rahasia? Curang itu gimana caranya sekarang itu? Yang mau juga saya kira nggak akan dapat, gimana? Semua terbuka," imbuh Zulhas.
Baca Juga: Dokter Tifa Ungkap Alasan Mengapa Dirty Vote adalah Film Ruqiyah, Soroti Nasib 3 Martir Ini
"Rapat yang paling rahasia pun juga nggak ada rahasia. Terus kalau curang itu gimana caranya?" sambungya.
Zulhas menekankan adan aturan dan hukuman pidana bagi yang melakukan kecurangan, termasuk memanfaatkan fasilitas negara. Tetapi ia memandang kecurangan tersebut tidak mungkin dilakukan.
"Ya kan ada aturannya. Kita bisa dihukum pidana. Nggak mungkin," kata dia.
Hal senada ditekankan Zulhas menanggapi netralitas aparat menjelang hari pencoblosan.
"Artinya kalau curang jalannya itu gimana? Saya punya ini mau beli suara aja enggak, gimana caranya? Nggak mungkin. Wong sekarang kelihat semua media, handphone bisa foto ya kan? Orang nyolok ada handphonenya semua ada, nggak mungkin," kata Zulhas.
Baca Juga: Selain Dirty Vote, Ini 5 Film Dokumenter Karya Dandhy Laksono yang Tak Kalah Viral
Zulhas lantas mengajak semua pihak untuk melaksankan pemilu secara baik. Kini sudah masa tenang, waktu untuk berkampanye sudah berakhir.
"Saya kira seluruh rakyat Indonesia sudah punya pilihan dan keputusan kan, kita tunggu saja. Jangan menyebarkan isu macam-macam, curang lah, ini begitu lah, ini begitu lah. Kan jadi membuat orang resah dan sekali lagi saya mengatakan curang itu gimana caranya? Zaman kayak gini gimana? Kan nggak mungkin," tutur Zulhas.
Respons TKN
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran merespons peluncuran film dokumenter berjudul Dirty Vote yang mengungkapkan adanya dugaan serangkaian kecurangan Pemilu 2024.
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menyebut film dokumenter eksplanatori yang diperankan tiga pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari tersebut bersifat asumsi dan fitnah.
"Sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah," kata Habiburokhman di Media Center Prabowo-Gibran, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (11/2).
Habiburokhman meduga film Dirty Vote sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024. Namun dia meyakini masyarakat tidak akan terpengaruh lantaran berdasar survei mayoritas publik telah memahami kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Rakyat tahu pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan dan pihak mana yang mendapatkan dukungan sebagian besar rakyat karena program dan rekam jejak yang berpihak kepada rakyat," katanya.
"Jadi tindakan mereka menyampaikan informasi yang tidak argumentatif, tendensius, untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan sikap sebagian besar rakyat. Saat ini saya lihat rakyat begitu antusias dengan apa yang disampaikan Pak Prabowo soal melanjutkan segala capaian pemerintahan yang ada sekarang ya," imbuhnya.
Atas hal itu, Habiburokhman mengimbau kepada masyarakat untuk tenang dan tidak terpancing provokasi.
"Kami menyarankan kepada rakyat untuk tetap tenang," pintanya.
Film Garapan Dandhy Laksono
Film dokumenter eksplanatori Dirty Vote yang digarap sutradara Dandhy Dwi Laksono tersebut resmi dirilis Minggu, 11 Februari 2024.
Dalam film tersebut, Zainal Arifin, Bivitri, dan Feri Amsari berperan menerangkan bagaimana berbagai instrumen kekuasaan digunakan untuk tujuan memenangkan Pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.
Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni diterangkannya telah dilakukan penguasa demi mempertahankan status quo.
Dirty Vote merupakan film keempat yang disutradarai Dandhy yang mengambil momentum Pemilu. Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu dimana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.
Selanjutnya 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta. Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019. Sexy killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi–Maruf Amin versus Prabowo-Sandiaga Uno.
Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO. Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.
Adapun 20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.