Suara.com - Human Rights Working Group (HRWG) menentang sikap Presiden Joko Widodo yang dinilai tidak adil dalam berpolitik, khususnya pada Pemilu 2024.
Penilaian itu mereka sampaikan berdasarkan laporan alternatif koalisi masyarakat sipil Indonesia untuk advokasi HAM internasional untuk isu ekonomi, sosial dan budaya yang disampaikan kepada Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan judul: "The Dark Side of Indonesia’s Development under Joko Widodo."
Selain itu, ada pula laporan alternatif untuk isu sipil dan politik kepada Komite Hak Sipil dan Politik PBB berjudul: "Repressive Developmentalism and Sectarian Populism in Indonesia."
Kampanye Akbar JIS vs GBK dari Penanganan Sampah, Mana yang Lebih Baik?
Baca Juga: Film Dirty Vote Bikin Geger, Fahri Hamzah Malah Nge-Tweet Nyeleneh
Untuk itu, Koalisi Masyarakat Sipil menggugat Jokowi untuk mundur dari jabatannya karena dianggap tidak melaksanakan mandatnya yakni menjalankan pemerintahan secara adil untuk semua.
"Menghukum Joko Widodo dan koalisinya secara sosial dengan tidak memilih pasangan capres-cawapres yang hanya akan melahirkan politik dinasti, tuna etika, dan yang akan menjadikan negara ini kembali menjadi negara otoriter dan dengan agenda-agenda eksploitatif yang merusak lingkungan,” ujar Direktur HRWG Indonesia Daniel Awigra dalam keterangannya, Senin (12/2/2024).
Dia juga mengajak publik, khususnya pelajar, mahasiswa, buruh, tani, nelayan, kaum miskin kota, orang muda, seluruh korban pelanggaran HAM, untuk bersatu dengan menghentikan dan melawan setiap represi, mendorong agenda politik yang bermartabat, jujur dan adil, menghargai, melindungi, dan memenuhi HAM, melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ungkap Kecurangan Pemilu 2024, TKN Prabowo-Gibran soal Dirty Vote: Film Bernada Fitnah!
Baca Juga: Sebut Film Dirty Vote Sebar Fitnah, JK Tantang TKN Prabowo-Gibran: Tunjukkan, Semua Ada Datanya!
Lebih lanjut, mereka juga memandang pemerintahan Jokowi telah gagal dalam menjalankan kewajiban penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Pemerintah Jokowi, khususnya pada masa pandemi Covid-19 dan setelahnya juga dianggap membuat sejumlah kebijakan yang berorientasi pasar.
Hal itu dinilai merusak demokrasi, menyuburkan korupsi, eksploitatif dan ekstraktif terhadap sumber daya alam yang menguntungkan sebagian kecil elite dan keluarganya serta semakin menjauhkan kelompok rentan untuk mendapatkan hak-haknya.
Ungkap Kecurangan Pemilu 2024, TKN Prabowo-Gibran soal Dirty Vote: Film Bernada Fitnah!
“Dari kerja-kerja pemantauan dan advokasi yang dilakukan oleh anggota dan jaringannya, koalisi menyatakan, rezim Jokowi telah melakukan banyak pelanggaran HAM dan secara sistematis dengan melakukan korupsi politik, termasuk kejahatan elektoral, khususnya memanfaatkan situasi pandemi dan pemilu untuk mendorong agenda otoritarian eksploitatif yang oportunistik,” ujar Daniel.
Pada akhir 2023 dan awal 2024, dia juga memandang laku politik Jokowi telag merusak demokrasi karena dianggap melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan kelompok dan keluarganya.
Contohnya ialah perkara pelanggaran kode etik berat Hakim Konstitusi Anwar Usman saat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden
Selain itu, juga ada pelanggaran kode etik Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan komisioner lainnya dalam pencalonan Prabowo-Gibran.
“Inilah sisi gelap pembangunan di bawah pemerintahan Joko Widodo dengan agenda-agenda otoritarian eksploitatif diwujudkan melalui proses yang nampaknya demokratis, melalui jalur-jalur formal seperti pembuatan UU, mekanisme hukum, dan pemilu,” tandas Daniel.