Suara.com - Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mengungkapkan, kecurangan pemilu yang terjadi di Pilpres 2024 berindikasi kuat menguntungkan salah satu kandidat capres.
Gufrin mengatkan, kalau selama rentan waktu penetapan capres cawapres 13 November -5 Februari 2024, pihaknya menemukan sebanyak 121 kasus kecurangan pemilu.
Dalam kecurangan tersebut, Gufron bersama Imparsial mengamati lebih dalam, bahwa pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Gibran yang paling diuntungkan.
"Secara politik yang lebih menguntungkan ya itu kandidat nomor urut 02 Prabowo-Gibran ini real ya. Berdasarkan fakta kasusnya kita kumpulkan dari berbagai wilayah di Indonesia," katanya dipantau dari siaran langsung YouTube Imparsial, Minggu, (11/2/2024).
Baca Juga: Nyelekit! Anies Kerap Tampil di Forum Internasional, Jusuf Wanandi Malah Bilang Seperti Ini
Gufron menjelaskan, 121 kasus kecurangan ini mengandung berbagai tindakan pelanggaran. Imparsial kata Gufron, membagi jadi tiga.
"Pelanggaran netralitas lebih ke ekspresi simbol simbolis, ya dukungan. Lalu, penyalahgunaan kekuasaan negara. Dan, pelanggaran profesionalitas," katanya.
Gufron menjelaskan lebih dalam kalau pelanggaran profesionalitas itu terutamanya dilakukan penegak hukum.
"Untuk menegakkan hukum tetapi secara implisit gitu ya tindakan tersebut menguntungkan salah satu kandidat tertentu," katanya.
Lebih jauh dia mengatakan, Jakarta tercatat sebagai daerah yang paling banyak ditemukan kecurangan pemilu. Imparsial menyatakan kalau di Pilpres 2024 ini ditemukan 121 kasus kecurangan pemilu.
"Dari sisi wilayah sebaran wilayah Jakarta yang paling tinggi m," kata dia.
Baca Juga: Tom Lembong Bela Jokowi dari Serangan Ahok: Kerja Terus Kurang Mikir
Tak hanya Jakarta, Gufron mengatakan, temuan kecurangan pemilu banyak terjadi di wilayah Jawa Barat.
"Disusul berikutnya Jawa Barat, kemudian Jawa Tengah, Banten dan Jawa Timur gitu ya itu secara persebaran wilayah," katanya.
Adapun dalam catatan Imparsial kumpulkan, kejadian kecurangan pemilu itu di antaranya 7 bentuk tindakan penyimpangan aparatur negara, aparat negara berbagai level.
"Paling besar itu apa 38 dukungan ASN di berbagai level terhadap capres cawapres tertentu kemudian," katanya.
Lalu kata Gufron, 16 kasus kampanye selubung, 14 dukungan terhadap kandidat tertentu, 10 kasus politisasi bansos yang dilakukan oleh presiden menguntungkan salah satu kandidat capres.
Kemudian, 8 penggunaan fasilitas negara juga 5 tindakan intimidasi terselubung oleh tenaga profesional.
"Misalnya pemanggilan kepala desa dengan alasan adanya laporan kasus, untuk dimintai keterangan terkait laporan yang di laporkan ke pihak penegak hukum," katanya.