Suara.com - Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) turut buka suara soal ramainya kritikan yang disampaikan para sivitas akademika dari sejumlah perguruan tinggi. Aptisi khawatir gerakan itu dipolitisasi.
Ketua Aptisi, Budi Djatmiko menyebut kampus merupakan ruang akademik yang seharusnya menjadi tempat untuk menimba ilmu dan mengasah kemampuan secara objektif. Tidak seharusnya ada kegiatan bermotif politik praktis di lingkungan kampus.
"Para dekan, rektor boleh ikut politik praktis, tapi jangan menyeret-nyeret kampus ke dalam politik praktis. Artinya kampus ya sudah belajar saja, para pimpinan kampus ini harus menjaga netralitas," ujar Budi kepada wartawan, Minggu (11/2/2024).
Ia mengakui sivitas akademika punya hak untuk menyampaikan keresahan soal proses Pemilu. Namun, sikap tersebut jadi sarat politik lantaran hanya mengkritisi presiden.
"Kami melihat ada keresahan dari civitas kampus bahwa demokrasi tidak berjalan, tetapi hal itu hanya disudutkan kepada lembaga presiden, inikan arah politik praktis," ucap Budi.
"Kami memberikan hak kebebasan kepada kampus untuk berpolitik praktis, tetapi di ruang politik praktis, jangan ke dalam kampus, biar kan mahasiswa itu belajar dengan objektif tanpa ada embel-embel apapun," tambahnya menjelaskan.
Oleh karena itu, Budi mengajak semua pihak untuk menyukseskan Pemilu dengan cara damai, jujur serta adil.
"Diharapkan kesadaran kita semua untuk menahan diri tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menggagalkan pemilu, karena melalui pemilu ini kita bisa mencari pemimpin yang bisa memajukan bangsa Indonesia," tuturnya.
Kritik Jokowi
Baca Juga: Saat Desy Ratnasari Mendadak Jadi Satpam Saat Kampanye Akbar Prabowo-Gibran
Seperti diketahui, sejumlah kampus ternama seperti Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), dan Universitas Islam Negeri atau UIN Syarif Hidayatullah alias UIN Jakarta mempertanyakan kualitas demokrasi pada pesta demokrasi lima tahunan kali ini.