Suara.com - TPN Ganjar Pranowo-Mahfud Md meminta Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan keputusan yang memungkinkan warga yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk menggunakan hak pilih mereka dengan cara menunjukkan dokumen kependudukan pada hari pemungutan suara, yang jatuh pada tanggal 14 Februari 2024.
Menurut Todung Mulya Lubis, Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, permohonan kepada MA diajukan karena mereka menganggap bahwa batas waktu 30 hari bagi warga untuk mendaftar dalam daftar pemilih tambahan sebelum hari pemungutan suara, serta batas waktu 7 hari bagi warga yang sakit, terkena bencana, atau menjadi tahanan, dapat mengakibatkan hak pilih warga negara menjadi tidak terwujud.
"Pertanyaan besarnya adalah apakah warga negara tersebut menjadi tidak dapat menggunakan hak pilihnya hanya karena yang bersangkutan tidak memohon untuk pindah memilih 7 hari sebelum hari pemilu?" kata Todung, dikutip dari Antara.
Menurut Todung, fatwa dari MA untuk dapat memilih dengan menggunakan dokumen kependudukan dapat membantu warga negara yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya di domisili atau tempat pemungutan suara (TPS) asal karena memiliki pekerjaan di kota lain yang tidak bisa ditinggalkan.
Baca Juga: Pede Undecided Voters akan Pilih Dirinya, Anies: Mereka Bakal Sadar Pentingnya Perubahan
Selain itu, lanjut dia, dapat membantu warga negara yang tidak mempunyai biaya untuk kembali ke daerah sesuai domisilinya, atau tinggal tetap maupun sementara di luar negeri dan tidak terdaftar pada DPT.
Todung juga mengatakan bahwa ketentuan batas waktu tersebut dapat melanggar hak konstitusional warga negara dalam Pemilu, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 6A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Kemudian, lanjut dia, Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang mengatur pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Todung mengatakan bahwa ketentuan batas waktu tersebut juga dapat melanggar hak asasi warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bunyi pasal tersebut yakni, “setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Baca Juga: Sindir Caleg Nyamar Jadi Nelayan, Prabowo: Sedang Diusulkan Terima Piala Citra
“Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,” kata Todung menambahkan.
Adapun berdasarkan keterangan yang diterima, TPN Ganjar-Mahfud telah mengajukan permohonan fatwa itu kepada Ketua MA Muhammad Syarifuddin, pada Kamis (7/2).