Suara.com - Gerakan protes terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang serukan sejumlah civitas akademika dari berbagai kampus ternama makin masif menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari 2024 mendatang.
Pengamat politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto menilai kritikan tersebut wajar karena telah terjadi penurunan kualitas Pemilu dan demokrasi di Indonesia. Maka itu, publik memiliki peran penting untuk menghentikan hal tersebut.
"Penggerogotan kualitas pemilu berlangsung dari dalam, dan kalau dari penyelenggara, peserta dan pemerintah sulit untuk diarahkan, maka mestinya publik yang punya kewajiban (menghentikan) itu," kata Arif dalam diskusi 'Putusan DKPP dan Hancurnya Integritas Pemilu' di kantor Para Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, (07/02/24).
Untuk itu, Arif menilai kritik yang disampaikan sivitas akademika mesti dianggap penting dan serius oleh Jokowi. Dirinya bahkan menganggap hal itu menjadi sebuah peringatan bagi pemerintah.
Baca Juga: Jokowi Tegaskan Ogah Kampanye, Setara: Bentuk Kepanikan Redam Letupan soal Moral dan Etik
"Dan itu sudah dilakukan oleh guru-guru kita di beberapa perguruan tinggi itu mestinya bukan seruan yang dianggap sepi oleh istana, itu mesti ditimbang secara sungguh-sungguh dan menjadi sebuah peringatan," katanya.
Arif dengan tegas mengatakan bahwa segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan ketidakadilan harus segera dihentikan secepatnya.
"Segala bentuk ketidakadilan, penyalahgunaan kekuasaan yg berpengaruh pada pada pemilu memang harus dihentikan," ujarnya.
Diketahui, sejumlah civitas akademika di beberapa universitas ternama mengkritik keras atas sikap Presiden Jokowi di Pilpres 2024. Mereka menilai Jokowi telah menurunkan kualitas Pemilu dan demokrasi di Indonesia.
Kritikan tersebut pertama kali disampaikan sivitas akademika dari Universitas Gadjah Mada (UGM) bertajuk Petisi Bulaksumur di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu (31/1/2024).
Baca Juga: Diserang Ahok, JK Malah Puji Jokowi: Presiden Paling Hebat, Kerjanya Blusukan
Pernyataan sikap dan petisi dari civitas akademika UGM tersebut lantas diikuti oleh beberapa universitas lain. Mereka di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Andalas (Unand), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dan lain-lain. (Muhamad Iqbal Fathurahman)