"Jadi peluru hampa yang disampaikan oleh TPN ya sudah itu-itu saja, sudah seperti kaset rusak yang diulang-ulang, nggak punya peluru lagi, nggak punya gagasan lagi untuk dijual, ya hoaks seperti itu yang disampaikan oleh mereka," ujarnya.
Desakan Mundur
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis sebelumnya menilai putusan DKPP bisa berpengaruh ke pencalonan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
Todung mengatakan, pencalonan Prabowo-Gibran dari awal sudah bermasalah karena diloloskan lewat pengubahan aturan di Mahkamah Konstitusi (MK). Masalahnya, hakim MK yang memutuskan pengubahan aturan itu juga divonis melanggar kode etik.
Memang, kata Todung, putusan MK itu tidak bisa diubah dan berlaku final serta mengikat. Namun, setelah adanya putusan DKPP, maka pencalonan Prabowo-Gibran bisa batal demi hukum.

"Itu artinya ada proses hukum yang lain yang mesti dilakukan. Karena dalam hukum itu ada yang disebut batal demi hukum, atau dapat dibatalkan dan menurut saya dapat dibatalkan pendaftaran ini," kata Todung di Media Centre TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/1/2024).
Memang, kata Todung, masalah etika bukanlah persoalan hukum. Namun, pengusutan etik ini awalnya tetap berasal dari sudut pandang hukum.
"Ini persoalan tata negara yang sangat serius ya yang kita hadapi. Pelanggaran etika ini bukan pelanggaran hukum tapi etika itu kan sebenarnya basisnya hukum sebetulnya. Kalau kita mau melihat filosofinya," jelasnya.
Oleh karena itu, ia menilai adanya krisis hukum yang terjadi dalam proses Pemilu kali ini. Jika ingin mengembalikan proses kontestasi politik yang sesuai aturan, maka seharusnya ada tindakan tegas atas persoalan ini terhadap pasangan Prabowo-Gibran.
Baca Juga: Momen Ganjar Pranowo Ajak Makan Siang Pendukung Prabowo-Gibran: Sing Tenang, Pokoe Madhang
"Seharusnya kalau saya pribadi berpendapat yang bersangkutan yang tahu mereka sudah melalui proses yang penuh dengan pelanggaran etika ya secara sukarela mengundurkan diri sebagai capres dan cawapres," pungkasnya.