Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid menanggapi sanksi yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Hasyim yang dijatuhi sanksi tegas buntut melanggar kode etik akibat proses pendaftaran capres-cawapres usai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
DKPP sebelumnya mengeluarkan putusan dalam perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, perkara Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan perkara Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023.
Keempat nomor perkara tentang putusan perubahan syarat batas usia peserta Pilpres tidak mempunyai implikasi konstitusional serta hukum terhadap pasangan capres-cawapres.
“Dalam membaca Putusan DKPP ini harus dilihat pada dua konteks yang berbeda, yaitu pertama status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan legal obligation untuk melaksanakan perintah pengadilan yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU- XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023 sebagaimana mestinya,” kata Fahri dalam keterangan tertulis, Senin (5/2/2024).
Baca Juga: Putusan DKPP Bukan Masalah Serius, TKN ke Hasto: KPU Terima Pencalonan Gibran Benar dan Sah!
“Kedua adalah bahwa dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi, a quo tindakan para teradu alias KPU dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan Pemilu, sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik,” tambahnya.
Fahri menjelaskan, jika DKPP dalam pertimbangan hukumnya berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah produk hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan.
Hal ini didasarkan pada ketentuan norma Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Yang ditegaskan kembali dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-IX/2011, tanggal 18 Oktober 2012 yang dalam pertimbangan hukum pada halaman 75 dan 76.
“Ketentuan tersebut jelas bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Langsung dilaksanakan self executing putusan Mahkamah derajatnya sama seperti Undang-undang yang harus dan wajib dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada,” ucapnya.
Baca Juga: Ketua KPU Langgar Etik karena Loloskan Gibran, Said Didu: Selamatkan Negeri Ini
Fahri mengatakan bahwa KPU selaku subjek hukum tata negara yang memiliki kewajiban konstitusional untuk melaksanakan putusan MK sebagaimana mestinya.
“Sehingga dengan demikian dari aspek hukum tata negara tindakan KPU menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan konstitusi,” tegasnya.
Fahri menilai, dalam pertimbangan yuridis Putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan Putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu. Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindaklanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu,” tutup Fahri.