Suara.com - Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, menyoroti fenomena civitas akademika yang belakangan ini ramai mengkritisi Presiden Joko Widodo alias Jokowi.
Ikrar membandingkannya dengan tragedi 98 yang menurunkan Presiden kedua, Soeharto.
Namun, kata Ikrar, situasi saat ini belum sebanding dengan tragedi 1998. Sebab, saat itu para guru besar senior juga turun tangan.
Hal ini disampaikan Ikrar dalam diskusi bertema 'Gerakan Intelektual Kampus dan Netralitas Presiden beserta Aparatur Negara dalam Pemilu 2024' yang digelar TPN Ganjar-Mahfud, di Jakarta Pusat, pada Senin (5/12/2024).
Baca Juga: Cegah Disintegrasi Bangsa, Civitas UPI Bandung: Jokowi Stop Cawe-cawe!
"Bukan cuma dekan ataupun rektor yang pada saat 98 itu turun, tapi ini lagi-lagi tidak sedikit guru besar yang memang sudah sangat senior menyatu dengan mahasiswanya ya," ujar Ikrar.
Menurutnya, para guru besar dari berbagai universitas belum turun lantaran masih ingin menjaga keberlangsungan Pemilu yang damai.
"Kalau harapan Anda tadi mengenai gerakan (seperti di 98) belum sampai ke sana, karena lagi-lagi para guru besar dan dosen itu masih pada taraf jaga pemilu, kawal pemilu," tuturnya.
Kendati demikian, Ikrar tak menutup kemungkinan tragedi 98 bisa kembali terulang apabila berbagai kecurangan Pemilu terus terjadi.
"Bukan mustahil itu penyatuan antara dosen dan juga mahasiswa itu akan terjadi, yang saya maksud itu adalah gerakan-gerakan mahasiswa akan bergerak kembali," pungkasnya.
Baca Juga: Bahlil Curiga Ada Skenario di Balik Gelombang Kritikan Sivitas Akademika untuk Jokowi